Jumat, 13 November 2009

DEKONSTRUKSI

1. LATAR BELAKANG
Seiring pergerakan waktu, pergerakan pendulum dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan mengalami berbagai bentuk evolusi. Sebagaimana yang telah ditelaah secara menyeluruh, ilmu pengetahuan sendiri merupakan sebuah akumulasi fakta, teori dan metode yang dihimpun oleh para tokoh tertentu sebagai pencetus ilmu tersebut dalam suatu metode tertentu (Norberg-Schulz, 1984). Demikian pula dalam bidang arsitektur, Lloyd & Scott (1997) menyebutkan bahwa perkembangan arsitektur sejalan dengan kebudayaan manusia baik pola pikir maupun pola hidupnya.
Dalam perkembangan arsitektur pada era post-modern, terdapat beberapa kelompok pemikiran. Seperti yang disebutkan oleh Sugiharto (1996), ada satu kelompok yang lebih memfokuskan pada pemikiran yang terkait erat dengan dunia sastra dan persoalan linguistik. Pemikiran dari kelompok ini cenderung hendak mengatasi sebuah gambaran dunia modern melalui gagasan yang sama sekali anti gambaran dunia. Kata kunci yang populer untuk kelompok ini adalah ’’dekonstruksi’’.

2 DEKONSTRUKSI DALAM ARSITEKTUR
Dekonstruksi sendiri adalah sebuah konsep filosofi Perancis yang diturunkan oleh Jacques Derrida, seorang filsuf Perancis, yang dalam aplikasi terapannya tidak mudah disampaikan sebagaimana pemahaman yang baku mengenai konstruksi, destruksi, dan rekonstruksi. Derrida mengajak semua orang termasuk arsitek untuk merenungkan kembali hakekat sesuatu karya agar berbicara menurut pesona dan kapasitasnya masing –masing. Keseluruhan ini berangkat dari suatu metoda komposisi. Derrida menyebutkannya dalam merajut rangkaian hubungan – hubungan keterkaitan. Dalam tekniknya terdapat beberapa teknik dan terminologi yang perlu klarifikasi di sini. Usaha demikian diharapkan dapat memperjelas korelasi antara dekonstruksi dengan arsitektur.
Diskontinuitas serta putusnya linearitas menghadirkan permainan dalam setiap komposisi karena apa yang digagas dan dibangun tidaklah berdiri sendiri (Adorno, 1997). Gagasan yang dituangkan dalam komponen komposisi yang sebenarnya dikutip dari rujukan di tempat lain. Bentuk atau rupa material – konstruksi - lokasi. Jadi tidak pernah komponen komposisi berdiri sendiri yang lahir dan tercipta dari ruang hampa. Differance mengangkat permasalahan komposisi yang terdiri atas “citatioans” atau kutipan – kutipan ke dalam suatu komposisi. Dengan komposisi sebenarnya orang melihat dan merasakan suatu representsi pentunjuk yang hadir dengan rujukan yang tidak hadir (entah di mana). Komposisi ini memberikan suatu gambaran fragmen – fragmen dari sumbernya yang “meng-ada” di suatu lokasi dan tampil seolah – olah utuh dan stabil sebagai sosok mandiri. Rujukan gagasan bentuk atau rupa misalnya, tidak pernah lepas dari keinginan untuk memenuhi “kebutuhan” manusia.
Atas dasar merujuk pada sumber – sumber tidak hadir itulah sebuah komposisi “meng-ada”. Dengan itu pula apa yang hadir sebenarnya memberikan “jejak” kepada sumber – sembernya. Interpretasi komposisi menurut prinsip differance tidak mungkin dilakukan tanpa membaca atau menelusuri jejak – jejak yang hadir ke dalam sumber mereka. Hasil dari komposisi yang lahir dengan hadirnya jejak – jejak tersebut oleh Derrida dalam Adorno (1997) disebut dissemination.
Dalam aspek kajian fenomenologi, dekonstruksi dipandang sebagai upaya atau metoda kritis, tidak hanya berupaya merombak dan menstrukturkan kembali berbagai bangunan teori atau karya - karya lewat elemen, struktur, infrastruktur maupun konteksnya. Lebih dari itu, kekuatan – kekuatan yang berperan pada konsep yang bersangkutan akan: dilucuti segala macam atributnya, dikupas habis, dilacak asal usul dan perkembangannya, dicari keterkaitannya dengan konsep – konsep lain, digelar kemungkinan – kemungkinan posisi maupun kontribusinya terhadap segala hal. Semua proses tersebut dimaksudkan untuk membangun kembali karakteristik fenomenalnya. Dalam pembangunan kembali tersebut, ekspose dari ‘interplay’ kekuatan – kekuatan melalui kontradiksi – kontradiksi, kesenjangan – kesenjangan, decomposition, disjunction, discontinuity, dan deformation, merupakan cara untuk memperlihatkan kemungkinan – kemungkinan “ada” dan “mengada”.
Arsitektur dekonstruksi merupakan pengembangan dari arsitektur modern. Munculnya arsitektur dekonstruksi sekitar tahun 1988 dalam sebuah diskusi Academy Forum di Tate Gallery, London. Kemudian disusul oleh pameran di Museum of Art, New York dengan tema “Deconstructivist Archiecture” yang diorganisir oleh Philip Johnson dan terdapat tujuh arsitek yang menampilkan karya-karyanya, yaitu; Peter Esienman, Bernard Tschumi, Daneil Libeskind, Frank Gerhy, Zaha Hadid, Rem Koolhaas, dan Coop Himmelblau. Gejala “Dekon” dalam arsitektur telah menjadi tema perdebatan yang hangat dengan karya-karyanya yang mendobrak aturan-aturan yang berlaku.
Pada 8 April 1988 dalam “international Symposium on Deconstruction” yang diselenggarakan oleh Academy Group di Tate Gallery, dikukuhkan bahwa dekonstruksi bukanlah gerakan yang tunggal atau koheren, meski banyak diwarnai oleh kemiripan – kemiripan formal di antara karya arsitek yang satu dengan yang lainnya. Dekonstruksi tidak memiliki ideologi ataupun tujuan formal, kecuali semangat untuk membongkar kemapaman dan kebakuan.
Aliran dekonstruksi mulanya berkembang di kalangan arsitek Perancis dan Inggris, kemudian oleh Philip Johnson dan Mark Wigley melalui sebuah pameran yang bertema deconstructivist Architecture” yang di selenggarakan di Museum of Art, New York, tanggal 23 Juni – 30 Agustus 1988 mencetuskan ‘dekonstruktivisme’ yang lebih berkonotasi pragmatis dan formal serta berkembang di Amerika. Telaah dan pemahaman dekonstruksi memerlukan suatu kesiapan untuk belajar menerima beberapa kemungkinan phenomena. Syarat dari semua ini berdiri di atas keterbukaan dan kesabaran. Keterbukaan membiarkan phenomena berbicara langsung tanpa prekonseosi. Kesabaran memberikan ruang kepada orang untuk mendengar lebih cermat dan seksama.
Deconstruction sebuah konsep Perancis yang diturunkan oleh Jacques Derrida ( lahir 1921) tidak mudah disampaikan sebagaimana pemahaman orang tentang konstruksi, destruksi, dan rekonstruksi. Derrida mengajak semua orang termasuk arsitek untuk merenungkan kembali hakekat sesuatu karya agar berbicara menurut pesona dan kapasitasnya masing –masing. Keseluruhan ini berangkat dari suatu metoda komposisi. Derrida menyebutkannya dalam merajut rangkaian hubungan – hubungan. Dalam tekniknya terdapat beberapa teknik dan terminologi yang perlu klarifikasi di sini. Usaha demikian diharapkan dapat memperjelas hubungan Deconstruction dan Rancang bangunan.
Konsep utama memproduksi atau mengadakan karya bertolak dari konsep yang oleh Derrida pada kasus literatur disebut differance. Dalam rancang bangun konsep ini tidak dapat dipahami sebagai suatu pendekatan yang membuka pemikiran bahwa karya bukanlah semata – mata representasi yang direduksi sebagai alat menyampaikan gagasan atau pesan. Merancang karya diharapkan memberi peluang agar kemungkinannya berbicara bisa merdeka dari prinsip dominasi. Differance memahami setiap komponen bahkan elemen dari komposisi sebagai suatu potensi yang tidak terpisahkan keberadaan, peran dan fungsinya dalam kesemestaan. Artinya mereka tidak hanya sebagai suatu alat untuk menunjuk pada sesuatu gagasan atau ingatan atau nilai tertentu. Diferance memberikan pemahaman baru bagaimana melihat elemen rancangan rancang bangun dalam sebagai batas – batas wilayah yang mengkaitkan : manusia-material-konstruksi-rupa/bentuk dan tempat. Rancang bangunan sebagai suatu keutuhan dan aspek – aspeknya adalah jejak – jejak dari suatu kesemestaan yang mampu berbicara sendiri sebagai pembangun pemahaman dunia. Seperti halnya suatu ‘text’ rancang bangunan marupakan suatu komposisi yang berosilasi di antara hadir dan absen. Dengan osilasi tersebut terjalin suatu yang terputus – putus sebagaimana pemahaman kita sebenarnya akan dunia ini.
Diskontinuitas dan putusnya linearitas menghadirkan permainan dalam setiap komposisi karena apa yang digagas dan dibangun tidaklah berdiri sendiri. Gagasan yang dituangkan dalam komponen komposisi yang sebenarnya dikutip dari rujukan di tempat lain. Bentuk/rupa material-konstruksi-lokasi. Jadi tidak pernah komponen komposisi berdiri sendiri yang lahir dan tercipta dari ruang hampa. Differance mengangkat permasalahan komposisi yang terdiri atas “ citatioans” atau kutipan – kutipan ke dalam suatu komposisi. Dengan komposisi sebenarnya orang melihat dan merasakan suatu representsi petunjuk yang hadir dengan rujukan yang tidak hadir ( entah di mana ). Komposisi ini memberikan suatu gambaran fragmen – fragmen dari sumbernya yang “mengada” di suatu lokasi dan tampil seolah – olah utuh dan stabil sebagai sosok mandiri. Rujukan gagasan bentuk/rupa misalnya, tidak pernah lepas dari keinginan untuk melayani “kebutuhan” manusia. Atas dasar merujuk pada sumber – sumber tidak hadir itulah sebuah komposisi “meng-ada”. Dengan itu pula apa yang hadir sebenarnya memberikan “jejak” kepada sumber – sembernya. Interprestasi komposisi menurut prinsip differance tidak mungkin dilakukan tanpa membaca atau menelusuru jejak – jejak yang hadir ke sumber – sumber mereka. Hasil dari komposisi yang lahir dengan hadirnya jejak – jejak tersebut oleh Derrida disebut Dissemination.
Deconstruction sebagai upaya atau metoda kritis, tidak hanya berupaya membongkar bangun – bangun teori atau karya lewat elemen, struktur, infrastruktur maupun contextnya. Lebih dari itu, kekuatan – kekuatan yang berperan pada konsep yang bersangkutan akan: dilucuti atribut – atributnya, dikupas habis hingga telanjang bulat, dilacak asal usul dan perkembangannya, dicari kaitan – kaitannya dengan konsep – konsep lain, digelar kemungkinan – kemungkinan posisi maupun kontribusinya terhadap apa saja. Semua proses pembongkaran tersebut dimaksudkan untuk membangun kembali karakteristik phenomenalnya. Dalam pembangunan kembali tersebut, ekspose dari ‘interplay’ kekuatan – kekuatan melalui : kontradiksi – kontradiksi, kesenjangan – kesenjangan, decomposition, disjunction, discontinuity, dan deformation, merupakan cara untuk memperlihatkan kemungkinan – kemungkinan “ada” dan “mengada”. Daya tarik deconstruction bagi dunia rancang bangun terletak di dalam cara melihatnya bahwa ruang dan bentuk adalah tempat kejadian yang selayaknya terbuka bagi yang mungkin dan yang tidak mungkin.
Derrida secara jelas menolak gagasan bahwa penerapan deconstruction akan menjadi semacam “aliran” atau “langgam” baru pada seni bangunan. Tetapi pada kenyataannya adalah tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang disebut arsitektur dekonstruksi akan memberikan dan membawa arsitek kepada arah dan gerakan yang baru












Tokoh Arsitek :
1. Jacques Derrida
Post structuralism dianalogikan dengan suatu teks atau bahasa. Sebuah kata terstruktur menjadi sebuah bahasa yang dapat membentuk sebuah interpretasi/penafsiran. Pada pengertian ini, Jacques terpengaruh oleh tokoh pendapat Ferdinand de Saussure,
“that meaning was to be found within the structure of a whole language rather than in the analysis of individual words.”

Jacques juga berpendapat bahwa kita tidak bisa mendapatkan akhir dari penafsiran sebuah kalimat-sebuah kebenaran, karena semua kalimat memiliki banyak arti dan berbeda-beda. Tetapi ada sebuah kemugkinan tentang penafsiran yang berlawanan dan tidak ada suatu jalan yang tidak tertafsirkan untuk menjelaskan keberadaan penafsiran yang berlawanan ini. Jacques mengembangkan paham dekonstruksi untuk uncovering interpretasi/penafsiran teks yang beragam. Semua kalimat memiliki ambiguitas sehingga untuk mendapatkan final interpretation adalah sesuatu yang mustahil.
• Post structuralism : Deconstruction
• Filosofis panutan : Plato, FreudRousseau, Saussure
Sebagai sebuah konsep, Dekonstruksi adalah semangat. Gagasan Derrida adalah ide untuk melakukan perlawanan untuk selamanya. Ia bersifat anti-kemapanan. Itu artinya, ia juga tidak mencari sebuah kemapanan baru. Sebagai sebuah energi, Dekonstruksi berkehendak melenting bebas tidak beraturan. Ia bukan logos, jadi jangan jadikan sebuah konstruksi.
Benar bahwa Dekonstruksi Derrida telah diadopsi dalam arts. Dalam seni instalasi, dalam politik, juga dalam arsitektur. Namun demikian, Dekonstruksi bukanlah sebuah logos, ia bukanlah sebuah pakem. Melainkan, sebuah dorongan untuk memberontak.
Aku ingin menggunakan analogi bangunan rumah: Dalam rangka bangunan pasti ada beberapa sambungan, misalnya saja di atap. Nah, dekonstruksi adalah upaya untuk mengupas plester-plester atau plafonnya, kemudian kita mengamati dengan teliti setiap sambungan rangka bangunan hingga kita menemukan kesalahan-kesalahan di setiap sambungan. Itulah dekonstruksi; menunjukkan kesalahan. Dengan terus-menerus. Mencari sebuah kesadaran, kritis, dan wataknya ; membangunkan! Tetapi tidak akan pernah mencapai konstruksi baru, dan tidak akan pernah selesai.

2. Bernard Tschumi
• Dekonstruksi merupakan Analisis (dari tanpa menjadi apa)
• Architecture of events : tak ada arsitektur tanpa events, tanpa action, tanpa activity, tanpa function; arsitektur harus terlihat sebagai kombinasi ruang, events dan pergerakan, tanpa hirarki atau preseden apapun diantara ketiganya
• Arsitektur menggabungkannya dalam kombinasi preseden programatik :
1. Crossprogramming : penerapan suatu program pada suatu konfigurasi ruang yang tidak semestinya, misal : kafe untuk sinema.
2. Transprogramming : mengkombinasikan 2 program kegiatan tanpa memperdulikan ketidaksesuaian, misal : perpustakaan dan sinema
3. Disprogramming : mengkombinasikan 2 program sehingga konfigurasi spasial program A mengkontaminasi program dan konfigurasi spasial program B; misal : program sinema untuk fasilitas komersial.

3. Coop Himelb(l)au
• Prosedur kerja : menerpkan teori “generative power of language” (pemahahaman yang diambil dari Jacques).
• Penerapannya : Kedua memulai proses rancangan dengan ‘obrolan yang berkepanjangan’ yang disertai dengan coretan terus menerus sampai tindakan komunikatif tertentu mereka berhenti dan sketsa (coretan) dihasilkan.

4. Eisenman
• Gianni Vattimo was talking about, with weak forms, la forma debole, which means that image is not so important but ideas are.
• What I'm trying to do is to express ideas in my work, so that when people experience the work they say 'why is it like this?'
(Pendapat eisenmen)
• contoh :
1. Dianalogikan seperti sebuah film. Pada umumnya orang film menonjolkan sisi visual tetapi eisenmen berpendapat bahwa menikmati sebuah film tidak hanya menggunakan visual saja. Sehingga einsmen menganalisis bahwa sebuah film seharusnya juga dinikmati melalui indra lainnya dengan porsi yang lebih besar daripada indra visual.
2. Analogi seperti sebuah ruang. Eismen ingin membuat sebuah ruang dengan pemikiran ”dari tanpa menjadi ada”.

KONTEKSTUALISME
1. LATAR BELAKANG
• KONTEKSTUALISME muncul dari penolakan dan perlawanan terhadap arsitektur modern yang antihistoris, monoton, bersifat industrialisasi, dan kurang memperhatikan kondisi bangunan lama di sekitarnya.
• KONTEKSTUALISME selalu berhubungan dengan kegiatan konservasi dan preservasi karena berusaha mempertahankan bangunan lama khususnya yang bernilai historis dan membuat koneksi dengan bangunan baru atau menciptakan hubungan yang simpatik, sehingga menghasilkan sebuah kontinuitas visual.

2. DEFINISI
• Brent C Brolin dalam bukunya Architecture in Context (1980) menjelaskan, kontekstualisme adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengaitkan bangunan baru dengan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, kontekstualisme merupakan sebuah ide tentang perlunya tanggapan terhadap lingkungannya serta bagaimana menjaga dan menghormati jiwa dan karakter suatu tempat.
• Kontekstualisme bukan meniru bangunan lama !
• Bagaimana penerapan kontekstualisme dalam sebuah bentuk desain arsitektur?

3. KARAKTERISTIK DISAIN
• Bangunan kontekstual tidak berdiri sendiri dan berteriak “Lihatlah Aku!” tetapi bahkan cenderung menjadi suatu bangunan yang bersifat latar belakang.
Contoh bangunan :









Gambar Bangunan Karya IM Pei
• Teknik mendisain dengan faham Kontekstualisme dapat dikembangkan untuk dapat memberikan jawaban khususnya untuk kondisi-kondisi yang bersifat morfologis, tipologis, dan pragmatis menjadi bersifat pluralistik dan fleksibel.
• Selain itu juga bukan dogmatis rasional atau terlalu berorientasi pada kaidah-kaidah yang terlalu universal.

4. KRITERIA KONTEKSTUALISME
a) Fit (pas) pada lingkungannya
b) Merespons lingkungannya
c) Menjadi perantara bagi lingkungannya
d) Mungkin melengkapi pola implisit dari lay-out jalan atau memperkenalkan sesuatu yang baru

5. BEBERAPA VARIASI PENDEKATAN DESAIN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL
a. Mengambil motif-motif desain setempat : bentuk massa, pola atau irama bukaan, dan ornamen desain.
• Salah satu contoh pendekatan ini adalah rumah-rumah di Ponte Vecchio, Florence, Italia.
• Rumah-rumah tersebut merupakan bangunan baru yang mengadaptasi gaya Renaisans yang ingin menggantikan bangunan lama yang hancur saat Perang Dunia II.
• Kontinuitas visual terlihat dari bentuk massa dan irama bukaan atau jendela.







Gambar Ponte Vecchio, Florence, Italia

b. Menggunakan bentuk-bentuk dasar yang sama, tetapi mengaturnya kembali sehingga tampak berbeda.
• Hal ini dapat terlihat dari desain bangunan Butterfield House di Kota New York.
• Keterkaitan visual bangunan apartemen tersebut dengan bangunan di sekitarnya dapat dilihat dari penggunaan elemen balkon, namun sudah dengan penyelesaian desain berbeda. Bangunan lama mempunyai bentuk bukaan yang datar pada balkon, sedangkan pada Butterfield House, bentuk bukaan pada balkon terlihat melengkung dan menonjol ke luar. Walaupun terdapat perbedaan desain pada balkon, kedua bangunan tetap terlihat menyatu karena memiliki bentuk dasar atau pola yang sama.







Gamba Butterfield House, NY
c. Melakukan pencarian bentuk-bentuk baru yang memiliki efek visual sama atau mendekati yang lama.
• Contoh pendekatan ini adalah New Housing di Zwolle, Belanda.
• Pencarian bentuk-bentuk baru pada bangunan terlihat pada penggunaan atap gable dengan versi lebih modern.







Gambar Kontekstualisme Kota

d. Mengabstraksi bentuk-bentuk asli (kontras).
• Contohnya, desain bangunan Woll Building, Carlton Gardens, dan St James, London.
• Elemen bukaan pada bangunan lama yang memiliki ukuran kecil, diabstraksikan pada bangunan baru dengan bentuk lebih besar dan transparan dengan tetap menjaga pola-pola atau ritme dari bukaan pada bangunan lama.









Gambar. St. James







Gambar. Carlton gardens
6. ARSITEK YANG MENERAPKAN KONTEKSTUALISME DALAM DESAINNYA
• The Museum of Fine Arts in Boston : Foster & Spencer de Grey
• Lowell's Beaux Arts, Pyramid de Louvre :I M Pei
• Manhattan's Morgan Library : Renzo Piano
• Steven Holl
• Hardy Holzman Pfeiffer
• Tod Williams Billie Tsien
• Justus Dahinden

7. KEGAGALAN ARSITEKTUR MODERN MENURUT PENGANUT KONTEKSTUALISME
• Kurangnya pengertian tentang urban context
• Penekanan yang berlebihan pada obyek dan bukannya pada jaringan (tissue) antar mereka
• Mendisain dari dalam ke luar dan bukannya dari ruang luar (eksterior) ke dalam.




8. KESIMPULAN
• Solusi desain arsitektur kontekstual tidak hanya menyelaraskan keberadaan bangunan lama dengan bangunan baru, namun juga turut menjaga dan melestarikan warisan budaya atau peninggalan sejarah berupa bangunan lama yang bisa dijadikan aset nasional dan obyek wisata dari sebuah negara.


PRIVASI, TERITORIALITAS DAN RUANG PERSONAL – TEORI PROKSEMIK

Manusia mempunyai kepribadian individual, tetapi manusia juga merupakan makhluk sosial hidup dalam masyarakat dalam suatu kolektivitas. Dalam memenuhi kebutuhan sosialnya manusia berperilaku sosial dalam lingkungannya dapat diamati pada fenomena perilaku-lingkungan, kelompok pemakai, dan tempat berlangsungnya kegiatan.
Pada proses sosial, perilaku interpersonal manusia meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Ruang Personal ( Personal Space ) berupa domain kecil sejauh jangkauan manusia.
b. Teritorialitas yaitu kecenderungan untuk menguasai daerah yang lebih luas bagi seseorang.
c. Kesesakan dan Kepadatan yaitu keadaan apabila ruang fisik yang tersedia terbatas.
d. Privasi sebagai usaha optimal pemenuhan kebutuhan sosial manusia.
Dalam proses sosial, perilaku interpersonal yang sangat berpengaruh pada perubahan ruang publik adalah teritorialitas. Konsep teritori dalam studi arsitektur lingkungan dan perilaku yaitu adanya tuntutan manusia atas suatu area untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosional dan kultural. Berkaitan dengan kebutuhan emosional ini maka konsep teritori berkaitan dengan ruang privat dan ruang publik. Ruang privat ( personal space) dapat menimbulkan crowding ( kesesakkan ) apabila seseorang atau kelompok sudah tidak mampu mempertahankan personal spacenya.

1. PRIVASI
Privasi merupakan konsep yang terdiri dari tiga dimensi :
• Pertama : privasi merupakan proses pengontrolan boundary, artinya pelanggaran terhadap boundary ini merupakan sebuah pelanggaran.
• Kedua : Privasi dilakukan dalam upaya memperoleh optimalisasi, artinya seseorang atau kelompok yang memisahkan diri dari orang lain atau keramaian bukan untuk menghindar, tetapi lebih merupakan suatu kebutuhan untuk mencapai kebutuhan tertentu.
• Ketiga ; Privasi merupakan proses multi mekanisme, artinya ada banyak cara orang melakukan privasi baik melalui ruang personal, teritorial, komunikasi verbal dan non verbal.

Perjenjangan Privasi pada apartemen Habitat 67 Montreal (Moshe Safdie) dengan urutan unit hunian (paling privat) taman pribadi, selasar taman umum halaman depan jalan raya (paling publik).














Dalam kaitannya dengan ruang, penandaan berkait erat diantaranya dengan pembentukan privasi. Semakin sedikit yang terlibat semakin privatlah kegiatan atau ruang tersebut, dan sebaliknya. Sistem tanda dapat membantu mengkomunikasikan derajat privasi ini.

• Privasi Psikologis dan Teritorialitas
Secara umum, privasi dapat bersifat psikologis dan teritorialitas atau kewilayahan. Privasi psikologis berkaitan dengan keleluasaan seseorang atau satu pihak melakukan suatu kegiatan tanpa perasaan diawasi oleh orang atau pihak lain. Privasi teritorialitas berkaitan dengan pengendalian suatu ruang atau wilayah oleh seseorang atau satu pihak tanpa intervensi orang atau pihak lain.








• Tanda Elemen Fixed dan Semi-Fixed
Arsitek Ludwig MIES VAN DE ROHE menganggap bahwa kotak berangka baja dengan selubung kaca adalah ungkapan yang paling baik untuk arsitektur modern sehingga dia membuat bangunan untuk berbagai kegunaan dengan bentuk ini. Kotak kaca yang bening ini dapat mewadahi dengan baik fungsi publik pada Galeri Nasional Berlin (atas) tapi untuk dapat mewadahi fungsi privat seperti pada Rumah Farnsworth (bawah) yang memerlukan derajat ketertutupan pandangan tertentu diperlukan tambahan elemen semi fixed yang berupa tirai (vertical blind).

Ruang Berbatas Tetap (Fixed-Feature Space), ruang berbatas tetap dilingkupi oleh pembatas yang relatif tetap dan tidak mudah digeser, seperti dinding masif, jendela, pintu atau lantai.
Ruang Berbatas SemiTetap ( SemiFixed- Feature Space),ruang yang pembatas nya bisa berpindah, seperti ruang-ruang pameran yang dibatasi oleh partisi yang dapat dipindahkan ketika dibutuhkan menurut setting perilaku yang berbeda.
Ruang Informal, ruang yang terbentuk hanya untuk waktu singkat, seperti ruang yang terbentuk kedua orang atau lebih berkumpul. Ruang ini tidak tetap dan terjadi diluar kesadaran. Desain behavior setting tidak selalu perlu dibentuk ruang-ruang tetap, baik yang berpembatas maupun semi tetap terlebih lagi dalam desain ruang publik yang di dalamnya terdapat banyak pola perilaku yang beraneka ragam.

2. TERITORIALITAS
• Definisi dari teritori manusia menurut Leon Pastalan :
“ A delimited space that a person or a groups uses and defends as an exclusive preserve. It involves psychological identification with a place, symbolized by attitude of possessiveness and arrangements of objects in the area.”
“ Batasan ruang di mana individu ataupun kelompok menggunakan dan mempertahankannya seperti perlindungan ekskusif. Teritori melibatkan identifikasi fisiologis mengenai tempat, simbol atas perilaku posesif dan cara mengatur objek di suatu tempat.”
• Edney dalam Laurens (2004:124) dan Snyder (1979:90) mendefinisikan teritorialitas sebagai penggunaan suatu area oleh individual atau komunitas untuk menunjukkan kekuasaan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, kepemilikan, personalisasi, pemuasan kebutuhan, dan identitas melalui penandaan. Indikasi ini, selanjutnya oleh Snyder, disebut sebagai ciri teritori.
• Teritori dan teritorialitas menunjuk pada sekelompok pelataran perilaku bahwa seseorang ingin ingin berbuat sesuai kehendaknya sendiri, menyatakan ciri, memiliki dan bertahan. Berbeda dengan ruang pribadi, teritori adalah tetap dan tidak beralih.
• Teritori memiliki lima ciri :
1. Memuat daerah ruang
2. Dikuasai, dimiliki, atau dikendalikan oleh individu atau kelompok
3. Memuaskan beberapa kebutuhan atau dorongan seperti kawin atau status
4. Ditandai secara konkrit atau simbolik
5. Orang akan mempertahankannya atau setidak-tidaknya merasa tidak senang bila teritori mereka dilanggar dengan cara apapun oleh pengacau.
• Teritorialitas sebagai suatu konsep melingkupi spesies hewan dan manusia. Dan sesungguhnya konsep ini mula-mula berasal dari penelitian meluas tentang primata, vertebrata yang lebih tinggi, dan unggas. Contoh-contoh dari teritori manusia meliputi rumah tangga, kantor, daerah kerja seseorang dan ruanga sekitarnya, halaman atau daerah di depan rumah tinggal, ”wilayah kekuasaan” gerombolan, ruang bermain, dan bahkan seluruh daerah lingkungan dan tempat tinggal.
• Teritori ini, adakalanya dibela dengan perkelahian, adakalanya dengan dengan petunjuk-petunjuk yang bukan merupakan kata-kata, dan sering dengan cara-cara yang arsitektural dan simbolik.
• Irwin Altman (1975) membagi teritori menjadi tiga kategori dikaitkan dengan keterlibatan personal, involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari hari individu atau kelompok dan frekuensi penggunaan.
1. Tiga kategori tersebut adalah primary,secondary dan public territory.
Primary territory, adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara eksklusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam kegiatan sehari-hari penghuninya.
2. Secondary territory, adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara eksklusif oleh seseorang atau sdekelompok orang mempunyai cakupan area yang relatif luas, dikendalikan secara berkala.
3. Public territory, adalah suatu area yang digunakan dan dapat diamsuki oleh siapapun akan tetapi ia harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut.
Ketiga kategori tersebut sangat spesifik dikaitkan dengan kekhasan aspek kultur masyarakatnya. Kalau merujuk pada batasan diatas maka yang disebut dengan tempat privat adalah setara dengan primary teritory sedangkan tempat publik setara dengan public territory.
• Penelitian mengenai teritori primer, skunder, dan publik menunjukkan, bahwa orang cenderung merasa memiliki kontrol terbesar pada teritori primer, dibanding dengan teritori sekunder maupun teritori publik. Ketika individu mempresepsikan daerah teritorinya sebagai daerah kekuasaannya, itu berarti mempunyai kemungkinan untuk mencegah segala kondisi ketidak nyamanan terhadap teritorinya.
• Fungsi dari Teritori
Kemampuan perancangan lingkungan untuk memberikan privasi melalui pengendalian teritori sangat penting dimiliki karena hal itu akan menjadi penyelesaian dan solusi bagi beberapa kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan tersebut antara lain adalah kebutuhan akan identitas/pengakuan diri, kebutuhan akan stimultan/dorongan/rangsangan, kebutuhan akan keamanan dan yang terakhir ditambahkan oleh Hussein El-Sharkawy (1979) adalah “frame of reference”
Identitas akan mengungkap tentang siapa dan apa peranan seseorang dalam masyarakat. Stimulasi terkonsentrasi dengan pemenuhan kepuasan dan aktualisasi diri. Keamanan dapat terealisasikan jika seseorang bebas dari serangan dari luar dan dapat memiliki dan menunjukkan kepercayaan diri. Frame of reference dapat terbentuk jika suatu hubungan dengan sesama dan lingkungan sekitar dapat terpelihara dengan baik. Menurut Altman (1975), teritori bukan hanya berarti memperoleh privasi tetapi juga berarti hubungan sosial yang stabil dan baik.
Rumah yang berada jauh dari kota dan tetangga, memungkinkan penghuninya memiliki teritorialitas yang lebih luas dibandingkan dengan penghuni yang memiliki rumah di daerah perkotaan dan dekat dengan jalan raya.
Di samping adalah penanda yang berupa gerbang/gapura. Ini merupakan salah satu penanda teritori dari suatu tempat.

Tanda dan Privasi Teritorial
Teritori atau wilayah adalah suatu ruang yang berada di bawah kendali atau kekuasaan seseorang atau suatu pihak dalam pembatasan akses, pengelolaan dan pemanfaatannya. Dalam sistem tanda, suatu elemen baik yang bersifat fixed, semi-fixed maupun non-fixed dapat dijadikan penanda bagi suatu klaim teritori tertentu sehingga berada di bawah kendali satu pihak agar tidak diintervensi oleh pihak lain. Elemen-elemen semi-fixed untuk menandai kehadiran satu pihak yang menguasai dan mengendalikan sepenggal ruang di bentang alam terbuka.
Halte bus yang pada dasarnya merupakan teritori publik seringkali dimanfaatkan untuk kepentingan privat segelintir orang (tiduran, berjualan) dan bahkan kadang menentap. Halte rancangan Frank Gehry yang tetap terjaga sebagai wilayah publik (kiri)














Klaim Teritori Privat pada Ruang Publik
Suatu teritori yang bersifat publik dapat diubah menjadi privat dengan penandaan tertentu. Seringkali hal ini bersifat kompetisi atau persaingan antara pihak publik dan privat ataupun sesama pihak privat yang memperebutkan suatu ruangan tertentu. Pada hari biasa trotoar ini bersifat publik sehingga siapapun dapat melintasi dan memanfaatkannya. Akan tetapi pada hari pasaran, dengan menggelar alas dan menaruh barang-barang dagangan di atasnya (yang berupa elemen-elemen semi fixed) keluarga ini dapat mengubah sepetak trotoir publik menjadi privat tempat mereka berjualan dan beristirahat.

Teritori yang lebih privat di Kraton Yogyakarta ini ditandai dengan tembok tebal dan tanda “semua pedagang dilarang masuk”. Tapi karena ruang itu menjanjikan manfaat finansial yang tinggi maka pedagang ini menyasatinya dengan meletakkan dagangan menempel pada batas teritori privat tersebut.




Contoh kasus teritori pada pemukiman tepi Sungai Code :
Kasus perumahan spontan di tepian Sungai Code, teritori yang dibangun penghuni diwujudkan dengan parameter yang beragam. Masyarakat di kawasan ini telah membangun teritori dalam wadah terbuka dan tertutup. Indikasi kegiatan yang terjadi di wadah terbuka ditunjukkan lebih spesifik dalam dua kategori, yaitu di tepi sungai dan di tengah sungai.
Area teritori yang telah terbangun lebih fenomenal terjadi di ruang terbuka tepi sungai. Dalam area ini, teritori ditunjukkan dengan adanya kegiatan yang beragaman secara signifikan dibandingkan dengan di tengah sungai.


• Dalam konteks sistem, penghuni telah mewujudkan pembangunan teritori dalam 3 macam kepentingan, yaitu kekuasaan, penggunaan (kegiatan) yang eksklusif, dan identitas melalui penandaan.
Pada rumah susun yang terletak di tepi sungai Code ini, pembagian daerah teritorial tampak jelas dengan penataan secara modular. Bagian yang privat dan publik benar-benar terbagi secara jelas.
Tempat yang terbatas menyebabkan teritori semakin sempit, dan hal ini sangat berpengaruh tidak hanya terhadap luasan rung publik dan privat, tetapi juga terhadap setting perilaku di kawasan seperti ini. Teritorialitas yang dipersepsikan oleh warga Code merupakan wujud manifestasi pemanfaatan ruang publik melalui proses ekspansi lahan tempat tinggal mereka. Ekspansi yang terjadi didasari oleh 2 faktor/kondisi (Saptorini et al, 2004).
Pertama adalah karena keterbatasan ruang dalam (kepadatan penghuni di atas standar), dan kedua adalah karena kelonggaran status lahan yang terletak di sekitar rumah. Alasan yang pertama merupakan dasar munculnya teritori atas dasar kebutuhan fungsional. Dengan rata-rata penghuni yang 10,4 m2/orang, sebetulnya telah berada di atas standar yang 10 m2/orang, namun karena tempat tinggal mereka memiliki peran ganda yaitu juga sebagai tempat usaha (home based enterprise), maka luas tersebut masih dirasakan sangat terbatas.Terwujudnya teritori dalam kasus Permukiman Tepi Sungai Code merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi nyata bagi psikologi lingkungan. Sebagai proses sentral dalam personalisasi, agresi, dan dominasi, teritori sekunder dan publik yang terbangun di area ini telah memberikan fungsi kontrol dan koordinasi bagi komunitas setempat sehingga membangkitkan rasa tertib dan aman. Satu hal yang perlu diarahkan dan terkait dengan disain arsitektur adalah faktor kenyamanan visual (keindahan), khususnya bagi pihak komunitas kota. Keterbatasan pengetahuan dan kapasitas ekonomi komunitas Code yang sebagian besar berpendidikan SMU dan bermata pencaharian buruh ini sangat mempengaruhi pemahaman kualitas lingkungan.



THE PHENOMENOLOGY of meaning and place

A. The phenomenon of place
• Phenomena :hal yang terdapat di dunia setiap harinya.
• Place : bentuk concrete dari sekitar, Segala sesuatu yang ada dapat menentukan karakter sekitar. Tidak hanya terdiri dari sesuatu yang dapat dilihat tetapi juga terdiri dari sesuatu yang dapat dirasakan.
• Phenomena yangada dapat menjelaskan space dan karakter yang ada.
• Phenomenologi memilki pokok- pokok yang mengenai ontologi, psycologi, ethics, dan estetika.
• Space
Space artian tiga dimensi yang biasa disebut concrete space yaitu penglaman sehari hari
• Karakter
Karakter ditentukan oleh faktor material dan peraturan formal pada suatu wilayah. Suatu wilayah yang berbeda akan menciptakan karakter yang berbeda pula.
• Georg Trakl menjelaskan suatu phenomena dalam kehidupan sebagai sesuatu yang berisi suatu karakter dan space. Melakukan pendekatan terhadap fenomena yang terjadi sesuai kejadian yang kongkret.

B. Spirit of place
1. Meliputi keunikan, kekhususan maupun semacam penghargaan terhadap sebuah tempat
2. Spirit of place mampu memberikan identitas bagi suatu wilayah ‘place’
3. Spirit of place dari sebuah wilayah mampu terbentuk apabila manusia yang merasakan spirit of place ‘to be dwel’ di tempat tersebut.
• Faktor yang mempengaruhi spirit of place
1. Orientation = to know where he is
2. Identification= to know how he is in a certain place
3. Orientation dan identification menjadi aspek yang dari sebuah hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Tanpa sebuah identification yang benar maka tidaklah mungkin manusia mengetahui orentasinya.
4. Dalam masyarakat modern orientation lebih diutamankan dan tidak berjalan seimbang dibanding identification, akibatnya ‘psychologycal sense’ berubah menjadi ‘alienation’ (pengasingan)
• Dwell/mendiami/bertempat tinggal
1. Dwell berasal dari kata dvelja yang artinya masih melekat atau mengingatkan
2. Dwell berarti menjadi nyaman di tempat yang aman
3. Ketika manusia mendiami sebuat tempat maka secara serempak dia berada di tempat itu dan mampu melihat karakter dari lingkungannya.
• Architecture diharapkan dapat membantu manusia mendiami secara total, Menciptakan sebuah kota dan membangun tidaklah cukup, mereka harus mampu menciptakan sebuh lingkungan yang total secara nyata.
• Menurut Heidegger dalam fenomenologi hal yang yang dipentingkan adalah estetika dan tidak bergantung pada keadaan yang seharusnya. Paradigma ini juga ada kaitannya dengan budaya. Fenomenologi mengutamakan unsur manusia dibandingkan dengan logika dari arsitektur. Heidegger mengeluarkan pendapat karena didorong oleh kekhawatirannya terhadap orang modern untuk mewujudkan hidup manusiawi.

C. Heiddeger’s thinking ON architecture
1. “The primary purpose of architecture is to make a world visible”
àarsitektur bertugas sebagai “image” untuk melukiskan hal-hal yang tadinya tidak terlihat menjadi terlihat. Hal ini mengacu pada tempat/site/lokasi dimana bangunan arsitektur berdiri.
2. “The nature of the image is to let something be seen. By contrast, copies, and imitations mere variations on the genuine image..which lets the visible be seen”
3. “the buildings bring the earth as the inhabited landscape close to man and at the same time place the nearness of neighbourly dwelling
àlandscape “terungkap” karena adanya bangunan diatasnya
4. “ the bridge gathers the earth as landscape around the stream..it doesn’t just connect banks that already there. The banks emerge as banks only as the bridge crosses the stream.”
àHeiddeger menganalogikan bangunan dengan jembatan. Bangunan membuat sebuah tempat (earth and landscape) menjadi muncul atau nampak kehadirannnya, pada saat bersamaan elemen-elemen yang ada muncul pula sebagaimana adanya mereka.
Dalam Being In Time Heiddeger mengungkapkan teknik untuk menyatukan elemen-elemen yang ada antara bangunan dengan landscapenya sehingga dapat muncul hal-hal yang terkandung di dalamnya disebut “Phenomenology”. Selanjutnya Heiddeger memperkenalkan istilah Andenken untuk hal menyatukan tersebut.
5. “bulding never shapes pure space as single entity..but because it produces things as locations, building is closer to the nature of space and the origin of space than any geometry and mathematics.”
à sebuah lokasi atau ruang hidup disebut place. Dan arsitektur dapat diartikan sebagai “the making of places”
6. “a work of architecture therefore is discloses the spatiality of the fourfold through its standing there.”
à dalam proses tersebut arsitektur bertugas membuat sebuah tempat menjadi “visible” namun pada kenyataannya tidak dapat semuanya dapat terlihat, karena adanya konsep spayiality. Karena itu kemudian arsitektur juga bertugas menyatukan spatiality dari elemen-elemen tersebut melalui sebuah bangunan atau karya arsitektur. Dalam Being In Time Heiddeger menginterpretasikan tempat tinggal manusia dengan 4 unsssssur/elemen serangkai yaitu bumi, langit, dewa, kematian
• Heiddeger : architecture as “setting into work of truth”
as work of art, building “preserves the truth”
1. Pandangan Heiddeger sebenarnya ingin mengingatkankita nahwa kita hidup di dunia yang konkret, bukan sesuatu yang abstrak dalam sains.
2. arsitektur bukanlah sesuatu yang abstrak dalam pekerjaannya mengolah ruang , namun arsitektur membuat landscape yang ditinggali menjadi dekat dengan manusianya. Inilah tujuan utama arsitektur.
3. pemikiran Heiddeger dalam arsitektur sebagai visualisasi kebenaran mengembalikan dimensi artistik arsitektur.
4. Dengan pengertian konsep tentang dunia, benda, dan kerja Heiddeger membawa kita kembali pada konsep konkret dari keabstrakan sains pada era konsep “form follows function” dimana “functionalism” terabaikan ketika arsitektur baru tentang image muncul.
5. Pemikiran Heiddeger membantu kita memahami konsep tersebut dan Andenken menjadi metode untuk menghasilakn pemahaman yang utuh tentang total vision of world.

D. On Reading Heidegger
• Menurut Kenneth Frampton ada kondisi kontemporer yang mengurangi kemampuan arsitektur untuk bertahan:
1. Sulitnya membedakan antara arsitektur dan bangunan, dan asumsi bahwa semua pekerjaan adalah arsitektur ( Asumsi ini bertolak belakang dengan pendapat Adolf Loos yang menyatakan bahwa arsitektur hanya terbatas pada monumen dan makam, dan pendapat Hannes Meyer yang menyatakan bahwa segalanya adalah bangunan.
2. Secara tidak langsung industri konstruksi menggantikan buatan manusia
3. Hilangnya hubungan dengan kealamian, kekejaman, perusakan sumber daya yang mana dapat mengurangi kemungkinan untuk bertahan hidup
• Aspek utama dari ide Frampton adalah dengan memperbaharui perhatian terhadap kualitas spasial yang dapat berupa pembatasan tempat.
• MenurutHeidegger dan Aristotle tempat memiliki peran politik dan simbolis yang penting yang mewakili struktur dari hubungan sosial.
dia menyebut “ An environmental dialetic of production.”
• Frampton meningkatkan responnya terhadap lingkungan terdapat dalam teorinya Critical Regionalism, (1983, ch.11)
• Dalam melihat suatu tempat kita tidak boleh hanya melihat sebagai seorang arsitek saja tapi sebagai masyarakat
• pandangan Heidegger tentang bangunan, bangunan itu bukan hanya sekedar memenuhi fungsi, tetapi juga menyampaikan ungkapan perasaan pendesainnya. Pendapat Heidegger itu didukung oleh Christian Norberg melalui pembuktiannya mengenai pandangan Heidegger tersebut.
• ‘Place’, menurut Aristotelian phenomenon,,muncul dengan kesadaran terhadap arti sosial dan pada dasar pemikiran di mana siapapun dapat masuk ke dalamnya
• Menurut Adolf Loos “ Only a very small part of architecture belongs to art: the tomb and the monument.”

E. The Geometry Of Feeling
1. Architecture as play with form
• Arsitektur adalah bidang ilmu yang selalu bermain dengan bentukan atau “form”. Bentukan “form” terebut mempunyai hubungan dengan bagaimana karya arsitektur itu memberikan “experience” pada penghuninya. Bentuk atau geometri secara general menciptakan archiectural feeling
2. The illusion of Elementarism
• Setiap fenomena terdiri atas basic elements yang terdapat di dalamnya serta hubungan di antaranya serta bagaimana elemen - elemen tersebut dapat dilihat sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan dari elemen. Arsitektur didefinisikan sebagai sebuah permainan pembentukan form dengan mengkombinasikan berbagai visual element dar bentuk dan ruang. Hal ini dilakukan untuk menciptakan karakter yang membangkitkan visual senses dari kedinamsan visual perception pada ruang.
3. The Architecture Of Imagery
• Sebuah arti atau fenomena bukan terletak pada bentukan itu sendiri, melainkan dari images yang ditransmisikan oleh forms dan kekuatan emotinal yang dibawa oleh form itu sendiri. Form hanya dapat mempengaruhi feeling kita melalui apa yang sebenarnya direpresentasikan ( paradoks dari sebuah form )
4. The Eidos Of Architecture
• Sebagai arsitek, seharusnya tidak mengutamakan merancang bangunan sebagai physical objects, tetapi perancangan didasarkan atas images dan feelings yang akan dirasakan oleh penghuninya. Phenomenology didefiniskan oleh Edmund Husserl sebagai “pure looking at” atau “viewing essence” . Phenomenology architecture dipahami sebagai “looking at” arsitektur dengan pengalaman yang dialami secara sadar.
5. The Architecture Of Memory
• Sebuah karya arsitektur meninggalkan jejak memori yang spesifik namaun dapat pula beraneka ragam dan bersifat personal pada para penghuninya atau bahkan orang yang hanya sekilas saja melihat karya arsitektur tersebut
6. The Primary Feelings Of Architecture
• Contoh type primary feelings yang dihasilkan oleh arsitektur Sebuah rumah adalah tanda dari kebudayaan pada landscape, cerminan manusia yang tinggal di dalamnya
e. pendekatan bangunan, sebagai tempat tinggal manusia yang membentuk formnya
f. entrance rumah yang menciptakan batas teritorinya
g. mempunyai atap sebagai wujud ekspresi terlindungi dan ternaungi
h. melangkah daam rumah, memasuki rumah melalui pintu, melewati batas antara eksterior dan interior

CONTOH BANGUNAN :
1)


















• Bangunan karya tadao ando ini merupakan suatu bentuk phenomenology dimana bangunan yang akan membentuk image suatu site, bangunan akan terlihat bagus jika didukung oleh site yang menarik, begitu pula sebaliknya.
• Kesan pada interior bangunan diciptakan dengan pemanfaatan eksisting
• Penempatan bangunan pada site yang dilakukan dengan tepat mendukung pembentukan kesan tertentu pada bangunan

2) Arsitektur: museum Aceh ini merupakan teras pandang sekaligus backdrop panorama menuju ke lokasi heritage trail living museum. Disusun dengan menggunakan batuan karang laut, dan beton sisa reruntuhan bangunan diseluruh kota aceh. Bebatuan ini diletakkan sebagai pengisi dinding museum. Rapat renggang susunan celah bebatuan akan menghasilkan kulaitas cahaya yang berbeda saat cahaya masuk kedalam ruangan museum.

• Keterangan:
Konsep desain terbagi menjadi tiga kelompok; lansekap, arsitektur bangunan dan fenomenologi.
Spirit of place.spirit of time.
Mengambil makna tempat dan waktu dari material sisa bencana. material. tempat.. waktu dan kenangan. Bongkahan material sisa, gelap terang, halus kasar, kusam material.Pola ruang yang linier, ekspresi material kasar dan monokrom dingin. Suasana inilah yang hendak dibingkai untuk menghantarkan suasana Desemeber 2004 lalu.



MINIMALISM
A. LATAR BELAKANG
Ludwig Mies van der Rohe
• Dikatakan oleh Charles Jencks dalam bukunya yang berjudul the New Modern, bahwa Mies van der Rohe merupakan ‘nenek moyang’ nya minimalism.
• Gerakan minimalism merupakan gerakan 'back to basic' atau kembali kepada kesederhanaan. Gerakan ini merupakan jawaban atas keadaan yang dicetuskan oleh orang-orang yang tidak menghargai sumber daya alam dengan mengekploitasi habis-habisan sumber daya alam untuk hal-hal yang tidak perlu dari alam kehidupan sehari-hari. Paham minimalis itu akhirnya berkembang menjadi satu pola pikir.
• Filosofi minimalis mewakili gaya hidup yang praktis, dinamis, ringkas, efektif, dan efisien, yang diterapkan dalam semua aspek kehidupan termasuk arsitektur bangunan rumah, interior ruang, dan eksterior taman.
• Minimalis menghilangkan kejenuhan terhadap pemakaian banyak ornamen dekoratif, pernak-pernik aksesori.
• Karakter dan kualitas ruang-ruang yang tercipta ditentukan oleh keberadaan ruang itu sendiri, bukan oleh perabot dan pernak-pernik aksesori di dalamnya.
• Ruang menjadi terasa lega (hampa, keabadian, suasana meditatif) sesuai kebutuhan utama penghuni, mengoptimalkan sirkulasi udara segar yang sehat, dan pencahayaan sinar matahari yang melimpah (kaya warna).

• Konsep minimalis Barat dan Timur memang agak berbeda.
• Konsep minimalis Barat cenderung pada rasional fungsional yang lebih menekankan pada fungsi ruang dan ekspresi kejujuran material.
• Sedangkan konsep minimalis Timur sangat dipengaruhi filosofi Zen-Buddhisme yang menekankan kesederhanaan, keselarasan, efisien, dan efektif, dan menyimbolkan kekosongan dan keheningan (nilai spiritual) agar setiap ruang yang tercipta jernih, polos, dan bening, sehingga ruang dapat dihayati kebesaran Sang Pencipta. Menjadi minimalis yang alami. Di Indonesia adalah desain minimalis tropis, yaitu kubus dengan atap segitiga
• Desain bangunan minimalis mengedepankan aspek fungsional, sehingga desain ini menyuguhkan keefisienan serta fungsionalitas dalam setiap bangunan.
• Desain rumah yang bergaya minimalis menjadi satu pilihan yang tepat bagi kaum urban, karena selain memudahkan dalam hal perawatan dan pembersihan, desain ini tampil sebagai bentuk geometri yang tidak banyak menggunakan sekat sehingga intensitas bertemu anggota keluarga di rumah pun jadi lebih banyak. Lagi pula, desain minimalis tidak akan cukup membosankan, karena penggunaan rumah hanya sebatas untuk istirahat dan berkumpul bersama keluarga, selebihnya dihabiskan di kantor atau luar rumah.


B. CIRI KHAS MINIMALISM
1. Pola geometris, proporsional, efektif-efisien
2. Warna netral, dan alami (kesan lega dan lapang), warna murni (primer)
3. Representasi alam (tanaman, bentuk kontur, unsur air)
4. Material mentah tanpa finishing yang berlebihan (kesan tenang, lembut, murni, suci, polos), tekstur, dan kontras
5. Bentuk desain yang lugas, polos, sederhana, tidak rumit, kompak, dan efisiensi-efektif ruang
6. Blocking massa, pencahayaan, pengulangan, sirkulasi ringkas, optimalisasi multifungsi ruang dan berurut
7. Nilai keindahan tidak mengandalkan ornamen dan obyek artifisial
8. Bermakna kepada sebuah kejujuran bentuk, fungsi, dan penjiwaan ruang-ruang yang diciptakan


• Apakah bentuk minimal selalu kotak sederhana?
Bentuk rumah minimalis tidak selalu harus kotak sederhana, tetapi juga dapat berbentuk platonik geometri menjadi bagian dari lansekap yang "tiba-tiba" muncul ke atas. Namun, jika rumah tersebut memang hanya diperlukan bentuk kotak, maka bentuk kotak merupakan hasil dari suatu proses kebutuhan fungsi, bukan karena pemaksaan ataupun latah mengikuti tren.

• Apakah jenis bahan material yang digunakan harus sesedikit mungkin?
Pemakaian beragam bahan material seperti kayu, batu bata, batu kali, kaca, beton ekspos, atau baja juga dapat tampil murni. Ekspos dominasi bahan material tertentu akan menghasilkan efek yang berbeda-beda. Desain dan perhitungan struktur yang detail dapat menghemat pemakaian bahan material dengan hasil bangunan tetap optimal.
• Apakah arsitektur rumah minimalis itu murah karena pemakaian kata minimal?
Rumah minimalis menekankan bentuk desain yang lugas, polos, sederhana, tidak rumit, kompak, dan efisiensi ruang. Mahal murah suatu bangunan sangat ditentukan oleh pemakaian bahan material yang digunakan dari desain yang diusulkan. Adapun biaya struktur bangunan rumah umumnya memakai harga standar pasaran. Penyelesaian pekerjaan yang rapi dan penuh kehati-hatian menuntut tenaga tukang yang terampil, jeli, dan berpengalaman sehingga membuat biaya tukang di atas harga pasaran.
• Apakah ada kekurangan dari desain minimalis?
Tentu, yaitu dari segi pembuatannya. Karena sifatnya yang sangat presisi, rumah minimalis harus dibangun dengan amat teliti. Detail sambungan pada furniture atau acian dinding yang smooth (halus) sangat diperlukan untuk mewujudkan hasil yang sempurna. Otomatis biayanya pun dapat berakhir dengan angka yang lebih tinggi dibandingkan membangun rumah dengan gaya lain yang tidak memerlukan kecermatan tinggi.
• Apakah warna yang sesuai untuk desain minimalis?
Yang penting sederhana. Maka warna dasarnya banyak menggunakan warna putih. Jika ada tambahan warna ia adalah abu-abu dengan segala variannya. Bisa abu-abu kehijau-hijauan, abu-abu kebiruan atau kehitaman. Atau memang warna dasarnya abu-abu lalu jika pun ada aksentuasi hanyalah pada lis di jendela, pet di teras. Dan warna yang digunakan sebaiknya jangan seberani mediterania. Satu tingkat di bawahnya.

C. APLIKASI

1)












• John Pawson
Dikenal sebagai guru ‘minimalism’ dengan bukunya yang berjudul Minimum
• Mengambil contoh aplikasi rumah minimalis ‘Casa Baron’ di Swedia
• Architect: John Pawson
Location: Sweden
Built/Founded: 2005
Project: Family vacation House

2)













VilLA NM – Upstate New York
Location: Upstate New York, Catskills, USA
Program: Single family house
Gross floor surface: 250 m²
Volume: 700 m³
Site: 7.423 m²
Architect: Ben van Berkel
3)












House in Henaji, Okinawa, Japan
Kazunori Fujimoto

D. KESIMPULAN
Pada dasarnya inti dari minimalisme adalah mendapatkan hasil yang maksimal dari sesuatu yang minimal. Nilai keindahan yang didapat bukan sekedar dari permainan ornamen dan obyek artificial, namun lebih kepada kejujuran bentuk, fungsi, dan penjiwaan dari ruang-ruang yang tercipta.

SUSTAINABLE ARCHITECTURE
Arsitektur berkelanjutan, adalah sebuah topik yang menarik. Akhir-akhir ini semakin banyak diberitakan dan dipromosikan dalam kalangan arsitek, karena arsitek memiliki peran penting dalam pengelolaan sumber daya alam dalam desain-desain bangunannya. Apresiasi yang besar bagi mereka yang turut mempromosikan arsitektur berkelanjutan agar kita lebih bijaksana dalam menggunakan sumber daya alam yang makin menipis.
Sustainable architecture atau dalam bahasa Indonesianya adalah arsitektur berkelanjutan, adalah sebuah konsep terapan dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem iklim planet, sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur. Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari berbagai eksploitasi terhadap alam tersebut.





Cara-cara baru dapat dipikirkan berdasarkan pengalaman membangun, dari arsitektur vernakular maupun modern.
Dampak negatif dari pembangunan konstruksi sangat beragam, antara lain adalah dieksploitasinya sumber daya alam secara berlebihan. Simak saja, pertambangan sumber daya alam yang dikeruk habis-habisan, penggundulan hutan tanpa penanaman kembali, dimana hal-hal semacam ini dapat menurunkan kualitas sumber daya alam lain di bumi. Tidak hanya itu, teknologi dan hasil teknologi yang digunakan manusia seperti kendaraan, alat-alat produksi dalam sistem produksi barang dan jasa (misalnya pabrik), peralatan rumah tangga dan sebagainya dapat menimbulkan dampak negatif akibat emisi gas buangan, limbah yang mencemari lingkungan.
Tampaknya, sangat tidak mudah untuk menghilangkan sama sekali dampak dari pembangunan dan konstruksi terhadap lingkungan. Tentunya tidak mungkin untuk melarang orang membangun, karena sudah menjadi kebutuhan manusia, sehingga yang dapat dilakukan adalah memasukkan konsep arsitektur berkelanjutan dalam rangka meminimalkan dampak negatif konstruksi terhadap lingkungan. Banyak tokoh arsitektur, di Indonesia misalnya Adi Purnomo, Eko Prawoto, Ahmad Tardiyana, dan lain-lain, mengembangkan konsep arsitektur berkelanjutan secara pribadi dan melalui pengalaman dalam praktek desain arsitektur dan dalam dunia akademis. Konsep arsitektur berkelanjutan, yang disampaikan oleh berbagai narasumber dan praktisi dalam konsep ini memiliki banyak persamaan, yaitu menyerukan agar sumber daya alam dan potensi lahan tidak digunakan secara sembarangan, penggunaan potensi lahan untuk arsitektur yang hemat energi, dan sebagainya.
Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara lain;

1. Dalam efisiensi penggunaan energi

Arsitektur dapat menjadi media yang paling berpengaruh dengan implementasi arsitektur berkelanjutan, karena dampaknya secara langsung terhadap lahan. Konsep desain yang dapat meminimalkan penggunaan energi listrik, misalnya, dapat digolongkan sebagai konsep sustainable dalam energi, yang dapat diintegrasikan dengan konsep penggunaan sumber cahaya matahari secara maksimal untuk penerangan, penghawaan alami, pemanasan air untuk kebutuhan domestik, dan sebagainya.
a. Memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alami secara maksimal pada siang hari, untuk mengurangi penggunaan energi listrik
b. Memanfaatkan penghawaan alami sebagai ganti pengkondisian udara buatan (air conditioner). Menggunakan ventilasi dan bukaan, penghawaan silang, dan cara-cara inovatif lainnya
c. Memanfaatkan air hujan dalam cara-cara inovatif untuk menampung dan mengolah air hujan untuk keperluan domestik
d. Konsep efisiensi penggunaan energi seperti pencahayaan dan penghawaan alami merupakan konsep spesifik untuk wilayah dengan iklim tropis
2. Dalam efisiensi penggunaan lahan
Lahan yang semakin sempit, mahal dan berharga tidak harus digunakan seluruhnya untuk bangunan, karena sebaiknya selalu ada lahan hijau dan penunjang keberlanjutan potensi lahan.
a. Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan, atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu
b. Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan (taman atap), taman gantung (dengan menggantung pot-pot tanaman pada sekitar bangunan), pagar tanaman atau yang dapat diisi dengan tanaman, dinding dengan taman pada dinding dan sebagainya





Dinding inovatif dengan tanaman dalam pot tanaman dari kaleng-kaleng bekas, dalam sebuah rumah
c. Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi dengan bangunan.
d. Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai dengan fleksibilitas buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat menjadi inovasi untuk mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas ruang yang lebih besar.
e. Dalam perencanaan desain, pertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi tolak ukur dalam menggunakan berbagai potensi lahan, misalnya; berapa luas dan banyak ruang yang diperlukan? Dimana letak lahan (dikota atau didesa) dan bagaimana konsekuensinya terhadap desain? Bagaimana bentuk site dan pengaruhnya terhadap desain ruang-ruang? Berapa banyak potensi cahaya dan penghawaan alami yang dapat digunakan?
3. Dalam efisiensi penggunaan material
a. Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa bekisting dapat digunakan untuk bagian lain bangunan
b. Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.
c. Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan sebaik-baiknya, terutama untuk material yang semakin jarang seperti kayu.
4. Dalam penggunaan teknologi dan material baru
a. Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain secara independen
b. Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara global dapat membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat diproduksi, murah dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bambu.
5. Dalam manajemen limbah
a. Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor (black water, grey water) yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota.
b. Cara-cara inovatif yang patut dicoba seperti membuat sistem dekomposisi limbah organik agar terurai secara alami dalam lahan [ref buku rumah], membuat benda-benda yang biasa menjadi limbah atau sampah domestik dari bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau dapat dengan mudah terdekomposisi secara alami.
Perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan, mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas atmosfer bumi yang memberi dampak pada pemanasan global. Semakin banyak arsitek dan konsultan arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan, semakin banyak pula bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip arsitektur berkelanjutan antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk berkaitan dengan pembangunan seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka juga perlu untuk didorong lebih perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan ini dengan tidak hanya mengeksploitasi lahan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan atau memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi.

CRITICAL REGIONALISM

1. PENDAHULUAN
Seni bangunan sebenarnya adalah suatu bidang kesenian yang amat cocok untuk dapat mempertinggi rasa kebanggaan dan identitas suatu bangsa. Wujudnya sangat fisik dan lokasinya di kota-kota besar yang sering dikunjungi oleh bangsa-bangsa dari seluruh penjuru mata angin, sehingga dapat tampak dari luar. Sifat khasnya bisa mudah ditonjolkan sedangkan mutunya pun mudah dapat diobservasi.
Sumber untuk mengembangkan sifat-sifat khas dalam seni bangunan Indonesia dapat dicari di dalam seni bangunan dari suku-suku bangsa di daerah atau alam Indonesia seluruhnya, sedangkan pengembangan mutu ditentukan oleh standar ilmu arsitektur. Gaya nasional yang benar-benar bisa kita banggakan sebenarnya belum ditemukan oleh arsitek-arsitek kita. Banyak gedung baru diberbagai kota di Indonesia belum memperlihatkan suatu kepribadian yang kuat walaupun usaha untuk mengolah unsure tertentu dari seni arsitektur Indonesia sudah dicoba.
Pada kesempatan lain, Josef Prijotomo menyatakan bahwa suatu karya arsitektur dapat dirasakan dan dilihat sebagai karya yang bercorak Indonesia bila karya ini mampu untuk :
a. Membangkitkan perasaan dan suasana ke-indonesiaan lewat rasa dan suasana
b. Menampilkan unsur dan komponen arsitektural yang nyata-nyata Nampak corak kedaerahannya, tetapi tidak hadir sebagai tempelan atau tambahan (Topi) saja.

2. PENGERTIAN
Bermula dari munculnya arsitektur modern yang berusaha meninggalkan masa lampaunya, meninggalkan ciri serta sifat-sifatnya, timbullah usaha-usaha untuk mempertautkan antara yang lama dengan yang baru. Salah satu usaha tersebut adalah regionalisme.
Regionalisme merupakan suatu aliran arsitektur yang selalu melihat kebelakang, tetapi tidak sekedar menggunakan karakteristik regional untuk mendekor tampak bangunan atau hanya menjadi topi tempelan belaka.
Regionalisme merupakan salah satu perkembangan arsitektur modern yang mempunyai perhatian besar pada ciri kedaerahan, terutama tumbuh dinegara berkembang. Adapun ciri kedaerahan yang dimaksud berkaitan erat dengan budaya setempat, iklim, dan teknologi pada saatnya.

3. LAHIRNYA REGIONALISME
Bermula dari munculnya Arsitektur Modern yang berusaha meninggalkan masa lampaunya, meninggalkan cirri serta sifat-sifatnya. Pada periode berikutnya mulai timbul usaha untuk mempertautkan antara yang lama dan yang baru akibat adanya krisis identitas pada arsitektur. Aliran-aliran tersebut anatara lain adalah tradisionalisme, regionalisme, dan post-modernisme.
Regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960. Sebagai salah satu perkembangan Arsitektur Modern yang mempunyai perhatian besar pada cirri kedaerahan, aliran ini tumbuh terutama di negara berkembang. Ciri kedaerahan yang dimaksud berkaitan erat dengan budaya setempat, iklim, dan teknologi pada saatnya.
Secara prinsip, Tradisionalisme muncul sebagai reaksi terhadap tidak adanya kesinambungan antara yang lama dan yang baru. Regionalism merupakan peleburan/penyatuan antara yang lama dan yang baru. Sedangkan post-modern berusaha menghadirkan yang lama dalam bentuk universal.
Menurut William Curtis, Regionalisme diharapkan dapat menghasikan bangunan yang bersifat abadi, melebur atau menyatu antara yang lama dan yang baru, antara regional dan universal. Dengan demikian maka yang menjadi cirri utama regionalism adalah menyatunya Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Modern.

4. JENIS DAN TAKSONOMI REGIONALISME
Suha Ozkan membagi Regionalisme menjadi dua bagian yaitu :
1. Concrete Regionalisme
Meliputi semua pendekatan kepada ekspresi daerah/regional dengan mencontoh kehebatannya, bagian-bagiannya, atau seluruh bangunan di daerah tersebut.
Apabila bangunan-bangunan tadi sarat dengan nilai spiritual maupun perlambang yang sesuai, bangunan tersebut akan lebih dapat diterima di dalam bentuknya yang baru dengan memperlihatkan nilai-nilai yang melekat pada bentuk aslinya. Hal lain yang penting adalah mempertahankan kenyamanan pada bangunan baru, ditunjang oleh kwalitas bangunan lama.
2. Abstract Regionalism
Hal yang utama adalah menggabungkan unsur-unsur kwalitas abstrak bangunan, misalnya massa, solid dan void, proporsi, sense of space, pencahayaan, dan prinsip-prinsip struktur dalam bentuk yang diolah kembali.
Regionalisme, yang harus dilihat bukan sebagai suatu ragam atau gaya melainkan sebagai cara berfikir tentang arsitektur, tidaklah berjalur tunggal tetapi menyebar dalam berbagi jalur.

5. APLIKASI REGIONALISME DALAM DESAIN ARSITEKTUR
Timbul suatu pertanyaan, apa saja yang mungkin dikaitkan sehingga Arsitektur Masa Lampau (AML) dan Arsitektur Masa Kini (AMK) keduanya secara visual luluh menjadi satu kesatuan. Menurut Wondoamiseno, kemungkinan-kemungkinan pengkaitan tersebut adalah :
a. Tempelan elemen AML pada AMK
b. Elemen fisik AML menyatu di dalam AMK
c. Elemen fisik AML tidak terlihat jelas dalam AMK
d. Ujud AML mendominasi AMK
e. Ekspresi ujud AML menyatu di dalam AML
Untuk dapat mengatakan bahwa AML menyatu di dalam AMK, maka AML dan AMK secara visual harus merupakan kesatuan (unity). Kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan dalam komposisi arsitektur. Apabila yang dimaksud menyatu secara visual, misalnya kwalitas abstrak bangunan yang berhubungan dengan perilaku manusia, maka secara penilaian dapat dengan menggunakan observasi langsung maupun tidak langsung.
Untuk mendapatkan kesatuan dalam komposisi arsitektur ada tiga syarat utama yaitu adanya :
a. Dominasi
Dominasi yaitu ada satu yang menguasai keseluruhan komposisi. Dominasi dapat dicapai dengan menggunakan warna, material, maupun obyek-obyek pembentuk komposisi itu sendiri.
b. Pengulangan di dalam komposisi dapat dilakukan dengan mengulang bentuk, warna, tekstur, maupun proporsi. Di dalam pengulangan dapat dilakukan dengan berbagai irama atau repetisi agar tidak terjadi kesenadaan (monotone).
c. Kesinambungan dalam komposisi
Kesinambungan atau kemenerusan adalah adanya garis penghubung maya (imaginer) yang menghubungkan perletakan obyek-obyek pembentuk komposisi.

6. KESIMPULAN
Untuk dapat menghadirkan sisi regionalisme , khusunya abstract regionalism pada rancangannya, seorang arsitek harus mampu dan jeli menangkap celah dan sisi-sisi unsur lokal yang dapat dijadikan sebagai acuan konsep desain dan mentransformasikannya dengan mengadaptasikannya dengan arsitektur modern tanpa harus menempelkan elemen-elemen (nyata) dari unsur lokal tersebut.

2 komentar:

  1. Assalamualaikum...
    sebelumnya q ucapin makasih buat pak masyuri yang dah beri literatur ini..!!!

    BalasHapus
  2. BagaiMana anda dapat merancangnya............
    kalau begitu saya mau tanya saudari

    BalasHapus