BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk , stuktur, fungsi, ragam hias dan cara pembuatannya diwariskan secara turun – temurun serta dapat dipakai untuk melakukan aktifitas kehidupan dengan sebaik-baiknya.
Dalam Arsitektur taradisional Sulawesi Tengah dikenal beberapa jenis arsitektur yaitu : Rumah tempat tinggal, rumah ibadah, rumah tempat musyawarah, dan rumah tempat menyimpan ( lumbung ).
Rumah tempat tinggal terbagi lagi menjadi beberapa jenis, yakni rumah tempat tinggal raja ( Souraja, Banuambaso, Sapo Oge, Hapo Bohe, Banua Magau), rumah tempat tinggal bangsawan ( Kataba ) dan rumah tempat tinggal rakyat biasa ( Tinja Kanjai ).
Pada dasarnya Souraja, Banuambaso, Sapo Oge, Banua Magau adalah sama yakni rumah besar atau rumah raja. Namun, beda halnya dengan Hapo Bohe di Desa Vatunonju, Kab. Sigi Kota Palu. Walaupun bangunan ini juga merupakan rumah besar / rumah raja yang berlanggam Souraja namun terdapat pula perbedaan-perbedaan khususnya dari segi bentuknya. Untuk itu perlu melakukan telaah yang lebih lanjut guna mendapatkan persamaan dan perbedaan tersebut dengan mengacu pada Souraja di Kec. Lere Kota Palu yang telah dijadikan sebagai rumah adat Sulawesi Tengah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu Apasajakah persamaan dan perbedaan bangunan Hapo Bohe yang berada di Desa Vatunonju dengan Souraja di Kel. Lere Kota Palu yang dijadikan sebagai objek pembandingnya, bila ditinjau dari bentuknya.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, maka tujuan dalam penelitian ini adalah menelaah arsitektur berlanggam Souraja ( Hapo Bohe ) di Desa Vatunonju tinjauan khusus pada bentuk .
1.4 Sasaran Penelitian
Sasaran yang diharapkan dapat dicapai yaitu mendapatkan hasil Identifikasi bentuk arsitektur Hapo Bohe di Desa Vatunonju dan bentuk arsitektur Souraja di Kel. Lere sehingga dapat mengetahui perbedaan maupun persamaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Arsitektur
Di antara demikian banyak pemahaman tentang arsitektur,arsitektur dikenal juga sebagai suatu tradisi yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Tradisi sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Arsitektur dalam kehidupan sehari-hari atau architecture of the everyday itu sendiri dapat diartikan sebagai arsitektur yang familiar atau umum, tidak harus hebat, tetapi dapat memberikan arti yang sesungguhnya bagi pemiliknya. Wajah arsitektur selalu mengalami perubahan ada yang kita kenal dengan sebutan arsitektur tradisional, kontemporer, minimalis, modern, post modern, sampai klasik. Arsitektur dianggap sebagai pengetahuan kesenian, yaitu seni bangunan.
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.
Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikataka sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya.
Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.
Arsitektur adalah bidang multi-dispilin, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dsb. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme,fenomenologi strukturalisme, post-strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang mempengaruhi arsitektur.
Definisi arsitektur berdasarkan analogi matematis, yakni arsitektur adalah permainan yang luar biasa, tepat dan dasyat dalam cahaya. Mata kita diciptakan untuk melihat bentuk-bentuk dalam cahaya dan bayangan mengungkapkan bentuk-bentuk ini : kubus, kerucut, bulatan, silinder, atau piramida adalah bentuk-bentuk primer utama yang diungkapkan cahaya hingga terlihat baik : citra benda-benda ini jelas dan nyata di dalam diri kita dan tanpa keragu-raguan. Karena alas an itulah bentuk-bentuk ini merupakan bentuk-bentuk yang indah, bentuk-bentuk yang paling indah. (Snyder,...)
2.2 Bentuk Dalam Arsitektur
Sebagai karya visual, bentuk memiliki peran yang menentukan dalam perancangan arsitektur,di manabentuk berkait erat dengan aspek yang mendasari keputusan dalam proses perancangan,yaitu citra.
Seperti menurut Ching (1996:6), bentuk adalah alat pokok bagi perancang, di mana dibutuhkan kepekaan untuk memilih, menguji dan memanipulasi unsur-unsur bentuk-bentuk dasar juga organisasi ruang dan perubahan-perubahan yang terjadi sehingga berkait satu sama lain, bermakna, ditunjang pengorganisasian ruang, struktur, dan kesatuan yang tepat.
Sebagai unsur mendasar yang menentukan citra arsitektur, bentuk menjadi sangat penting untuk dipelajari sebagai usaha melatih kepekaan menentukan keputusan perancangan yang lebih tepat dan terarah. Uraian berikut akan menjelaskan pengertian dan peranan bentuk dalam perancangan arsitektur secara lebih terperinci.
2.2.1 Pengertian Bentuk Dalam Arsitektur
Beberapa pengertian bentuk dalam arsitektur :
Suatu perwujudan dari organisasi ruang yang merupakan hasil dari suatu proses pemikiran. Proses ini didasarkan atas pertimbangan fungsi dan usaha pernyataan diri/ekspresi (Hugo Haring)
Wujud dari penyelesaian akhir dari konstruksi yang pengertiannya sama (Mies van der Rohe).
Suatu keseluruhan dari fungsi-fungsi yang bekerja secara bersamaan, yang hasilnya merupakan susunan benda (Benyamin Handler). Hasil dipenuhinya syarat-syarat kokoh, guna, dan indah (Vitruvius).
2.2.2 Ciri-Ciri Visual Bentuk
Wujud, yaitu ciri-ciri pokok yang menunjukkan bentuk, yang merupakan hasil konfigurasi tertentu dari permukaan-permukaan dan sisi-sisi suatu bentuk. Dimensi, yaitu panjang, lebar dan tinggi. Dimensi-dimensi ini menentukan proporsinya, sedangkan skala ditentukan oleh perbandingan ukuran relatifnya terhadap bentuk- bentuk lain di sekelilingnya.
• Warna, yaitu corak, intensitas dan nada pada permukaan suatu bentuk, merupakan atribut yang paling menyolok yang membedakan suatu bentuk terhadap lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.
• Tekstur, yaitu karakter permukaan suatu bentuk, tekstur mempengaruhi baik perasaan kita pada waktu menyentuh maupun kualitas pemantulan cahaya menimpa permukaan bentuk tersebut.
• Posisi, yaitu letak relatif suatu bentuk terhadap suatu lingkungan atau medan visual.
• Orientasi, yaitu posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angin, atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya.
• Inersia Visual, yaitu derajat konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk, inersia suatu bentuk tergantung pada geometri dan orientasi relatifnya terhadap bidang dasar dan garis pandangan kita.
Semua ciri-ciri visual bentuk di atas pada kenyataannya dipengaruhi oleh keadaan bagaimana kita memandangnya, seperti perspektif/sudut pandang kita, jarak kita terhadap bentuk tersebut, keadaan pencahayaan, lingkungan visual yang mengelilingi benda tersebut. (Ching, 1996).
Sedangkan (Eppi, 1986) menguraikan bahwa bentuk-bentuk arsitektur memiliki unsur-unsur : garis, lapisan, volume, tekstur dan warna. Kombinasi atau perpaduan dari kesemua unsur akan menghasilkan ekspresi bangunan. Ini menghasilkan suatu pengungkapan maksud dan tujuan bangunan secara menyeluruh.
Dengan melalui uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa kondisi fisik bentuk menentukan ekspresi bangunan, menghasilkan citra tertentu yang merupakan aspek filosofis desain yang menentukan kekhasan desain. Dengan demikian bentuk memiliki peran mendasar dalam setiap keputusan pada proses perancangan arsitektur.
2.2.3 Peranan Bentuk Dalam Perancangan Arsitektur
Bentuk berkait erat dengan beberapa syarat pertimbangan dalam perancangan arsitektur seperti fungsi, teknologi dan struktur, juga faktor politik, sosial, ekonomi. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari keberadaan bentuk sebagai terapan citra sebagai filosofi desain, yang didasari berbagai aspek pertimbangan perancangan tersebut.
(Eppi,1986) menguraikan, fungsi dalam arsitektur berkait dengan pemenuhan kebutuhan manusia, dalam usahanya mempertahankan dan mengembangkan hidup di dalam alam semesta. Keragaman kegiatan yang terjadi menjadi titik tolak dalam perencanaan bangunan sehingga tercapai suatu bentuk arsitektur. Adanya fungsi menimbulkan bentuk, sehingga fungsi melupakan tujuan utama dari adanya bentuk. Fungsi merupakan pertimbangan utama bagi suatu perancangan bentuk. Suatu fungsi dapat menimbulkan beragam bentuk sesuai dengan keadaan lingkungan, yang disebut gaya. Perkembangan bentuk yang terjadi menghasilkan keragaman gaya dan ciri bentuk yang terjadi merupakan akibat pencerminan fungsi dan kegunaannya.
(Hendraningsih, 1985 ) menguraikan lebih lanjut keterkaitan bentuk dan fungsi :
• Dalam bahasa bentuk bagian-bagian bentuk dikombinasikan untuk menghasilkan ekspresi. Bentuk bangunan terdiri dari unsur-unsur bangunan. Bentuk bangunan atau bentuk-bentuk bagian-bagian manusia dapat dilihat sebagai kesatuan. Organisasi bentuk dijelaskan oleh bagian-bagiannya. Bagian menunjukkan bagian karakteristik yang merupakan bagian dari bentuk arsitektur. Bentuk harus berasal dari tuntutan pemakaiannya. Bentuk harus berhubungan dengan kondisi gunanya.
( Eppi, 1986) menjelaskan, untuk mendapatkan suatu bentuk yang mempunyai fungsi tertentu, diperlukan bahan-bahan bangunan sebagai sarana dasar bangunan. Bahan-bahan yang merupakan elemen bangunan ini disusun menjadi satu kesatuan.
Cara penggabungan ini disebut konstruksi. Bentuk bangunan yang terjadi tidak terlepas dari pengaruh keadaan sekitarnya (angin, gempa bumi, dan sebagainya) sehingga pengetahuan tentang gaya pada struktur dan pemilihan sistem yang tepat menjadi faktor pertimbangan dalam menghasilkan fungsi yang diinginkan secara maksimal. Karakter bahan bangunan yang diterapkan pun menciptakan kesan tertentu pada bentuk bangunan. Oleh karena itu perlu kepekaan dalam memilih sistem struktur dan bahan yang sesuai dengan fungsi yang dikehendaki dan menghasilkan kesan yang diinginkan. Kondisi politik, ekonomi, sosial dan letak geografis pun berpengaruh pada bentuk bangunan. Kekuasaan politis yang birokratis dan otoriter dapat dinyatakan melalui bentuk - bentuk bangunan yang cenderung memberi jarak, berkesan adanya keinginan untuk dihormati, adanya pertahanan terhadap suatu kekuatan luar, misalnya dengan bentuk-bentuk benteng.
Kondisi ekonomi yang beragam memunculkan bentuk-bentuk bangunan yang didasari penggunaan bahan dan konstruksi yang berbeda-beda pula. Ditinjau dari kondisi sosial, adanya usaha untuk mempelajari keragaman tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, interaksi dengan Tuhan, manusia lain, kekuasaan, alam dan diri sendiri menjadi unsur dasar dalam penentuan suatu bentuk bangunan. Bentuk merupakan hasil tuntutan manusia. Sedangkan ditinjau dari letak geografis, pemecahan masalah terhadap kekuatan-kekuatan alam menghasilkan bentuk bangunan yang beragam. Kenyamanan dan keamanan kegiatan yang berlangsung berhubungan dengan kekuatan-kekuatan tersebut.
Bentuk berkait erat dengan simbol. Pada bangunan tertentu simbol menjadi pertimbangan utama dalam perancangan bentuk. Berkaitan dengan keterkaitan bentuk dengan simbol
(Hendraningsih, 1985) menguraikan bahwa penilaian suatu bentuk bangunan arsitektur bukan pada keberhasilan bentuk bangunan itu berfungsi, tetapi lebih ditekankan pada arti yang dapat ditangkap ketika bangunan tersebut dilihat dan diamati. Bangunan menyatakan simbol jika menunjukkan sesuatu yang lebih tinggi dari keadaan bentuk fisiknya, mewujudkan sebuah prinsip pengakuan umum (universal validity). Arsitek menerapkan bentuk simbolis untuk menyajikan pengalaman keindahan yang mendalam sesuai dengan daya bercitranya. Ada beberapa jenis simbol yang dapat dikaitkan dengan peran simbol itu sendiri, kesan yang ditimbulkan oleh bentuk simbolis dan pesan yang langsung disampaikan oleh simbol, yang semuanya ditampilkan pada bentuk-bentuk tertentu :
• Simbol yang agak tersamar yang menyatakan peran dari suatu bentuk. Sebagai contoh bangunan pabrik dengan bentuk atap gergaji yang didasarkan pada penggambaran peran sebagai bentuk yang memasukkan cahaya ke dalam. Pemakaian bentuk yang berulang -ulang dengan tujuan sama pada pabrik menjadikan bentuk tersebut dikenal masyarakat sebagi bentuk simbolis pabrik.
• Simbol metaphor, yang didasari oleh pandangan tertentu terhadap bentuk bangunan, baik keseluruhan maupun per-bagian. Pandangan yang timbul didasari latar belakang tingkat kecerdasan dan pengalaman kelompok masyarakat tertentu dengan cara membandingkan bentuk bangunan yang diamati dengan bangunan atau benda lain. Ada pula simbol metaphor yang sengaja digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu membuat perbandingan dengan menimbulkan asosiasi yang tepat melalui penerapan simbol tertentu seperti penerapan bentuk donat pada toko kue donat. Simbol metaphor yang lebih rumit dan tidak langsung adalah dengan menerapkan simbol yang mewakili kegiatan dan pengertian fungsi, seperti penerapan bentuk burung pada bangunan lapangan udara.
• Simbol sebagai unsur pengenal (secara fungsional dan lambang), yaitu penerapan bentuk-bentuk yang telah dikenal secara umum oleh masyarakat sebagai ciri fungsi suatu bangunan sehingga menjadi simbol bagi bangunan-bangunan tertentu, seperti bentuk kubah pada mesjid.
Hal-hal yang menentukan aspek bentuk seperti tersebut di atas memantapkan asumsi bahwa bentuk berikut karakter unsur-unsurnya sangat menentukan citra arsitektur yang menjadi dasar keputusan pada proses perancang. Dengan demikian pengetahuan akan pengertian dan peranan bentuk dalam perancangan arsitektur menjadi penting untuk dipahami, diterapkan dan dikembangkan.
Dari uraian di atas kita ketahui peranan bentuk yang menentukan citra arsitektur yang mendasari perancangan bangunan. Pemilihan unsur-unsur bentuk yang tepat beserta pertimbangan karakternya akan menghasilkan bentuk yang sesuai dengan citra yang diharapkan muncul. Hal ini menjadi sangat penting mengingat citra merupakan faktor penentu eksistensi desain yang mendasari kekhasan suatu desain, yang membedakan suatu karya arsitektur.
2.3 Arsitektur Tradisional Souraja
Arsitektur tradisional sebagai salah satu bentuk warisan budaya yang tak ternilai adalah merupakan pengendapan fenomena dari waktu ke waktu yang berlangsung secara runtut dan revolusioner. Arsitektur tradisional masih seperti embrio sementara perkembangan dan perubahan dan berlansung sangat cepat. Untuk itu, perlunya peran aktif segenap pihak
Sementara dari pihak masyarakat sendiri perlu dipupuk rasa kebanggaan dan kecintaan terhadap tradisi tata cara hidup dan budaya mereka masing-masing yang antara lain tercermin dalam khazanah warisan arsitektur daerahnya.
Souraja / Banua Oge
( sumber : souraja di kelurahan Lere, 23-06-2009)
Souraja terletak di kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Souraja dibangun atas prakarsa raja Yodjokodi pada sekitar abad 19 masehi. Memiliki fungsi sebagai tempat tinggal keluarga raja dan juga sebagai pusat pemerintahan kerajaan.
Souraja adalah bangunan berpanggung yang memakai konstruksi kayu dengan perpaduan arsitektur kaili dan bugis. Luas keseluruhan adalah 32×11.5 m. tiang pada bangunan induk berjumlah 28 buah dan bagian dapur 8 buah.
Bagian induk terdiri dari empat bagian yaitu :
1. Gandaria ( serambi ) berfungsi sebagai ruang tunggu untuk tamu. Bagian depan terdapat anjungan tempat bertumpunya tangga yang diletakan diantara kiri dan kanan dalam posisi saling behadapan. Jumlah anak tangganya 9 buah.
2. Lonta Karavana (ruang depan ) berfungsi untuk menerima tamu kaum laki- laki dalam pelaksanaan upacara adat. Selain itu digunakan untuk tempat tidur laki - laki.
3. Lonta Tatangana ( ruang tengah ) berfungsi sebagai tempat musyawarah raja bersama dewan adat. Pada ruangan ini terdapat dua buah kamar tidur untuk raja.
4. Lonta Rarana ( ruang belakang ) bagian ini digunakan sebagai ruang makan keluarga raja, dan untuk menerima kerabat dekat. Terdapat kamar khusus untuk kaum wanita dan anak-anak gadis.
Ruang antara bangunan induk dan dapur, tidak memakai atap. Fungsinya untuk tempat istirahat. Dibagian lain terdapat sebuah kamar mandi/ wc dan gudang. Pada sisi kanannya terdapat sebuah tanggga.
Ruang dapur terdiri dari ruang makan dan masak.
Terdapat pula bangunan gampiri yang berukuran 3x6 m. gampiri berfungsi untuk menyimpan bahan pangan seperti padi dan jagung.
Beberapa persamaan antara bangunan souraja dengan bentuk rumah panggung di Sulawesi Selatan adalah :
1. Bumbungan atap dengan bentuk atap , hanya pada souraja dibuat bertingkat untuk ventilasi udara ke ruang loteng.
2. Tangga depan berjumlah dua buah yang diletakan pada kiri dan kanan dengan anak tangga selalu ganjil.
3. Tiang- tiang di tusuk dengan balok pipih.
Keunikan dari bangunan ini adalah kekuatan bangunan hanya bertumpu pada hubungan balok blandar dengan papan lantai kemudian tiang di tanam ke dalam tanah kurang lebih 1 m dan di ujung-ujungnya di tusuk dengan balok bersilang sebagai angkur.
Pola hias yang digunakan adalah pola hias sulur daun, tumpa, geometris, belah ketupat, tali dan kaligrafi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut (Maman, 2002) penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Lokasi terletak di Kab.Sigi desa Vatunonju
Masalah dibatasi pada adanya persamaan ataupun perbedaan antara bentuk bangunan ini dengan menggunakan Souraja sebagai objek pembandingnya.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini jenis dan sumber data yang digunakan adalah:
1. Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber informan pertama yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti.
Data Ini diperoleh melalui wawancara dengan tokoh Konsultan Pemugaran Techno Arkeologi Desa Vatunonju yang bernama Bapak Idris.
Data primer ini berupa:
• catatan hasil wawancara
• hasil observasi ke lapangan secara langsung dalam bentuk pemotretan objek-objek yang dibutuhkan.
( sumber : dokumentasi Sapo Bohe di Desa Vatunonju)
2. Data Sekunder merupakan data primer yang sudah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini digunakan untuk mendukung infomasi primer yang diperoleh baik dari dokumen, maupun dari observasi langsung ke lapangan .
Data sekunder tersebut antara lain berupa:
- literatur,dll
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data
Survei Lapangan dan wawancara. Kedua metode/teknik tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Survei lapangan yang dimaksud adalah meninjau langsung ke lapangan objek penelitian (HapoBohe di Desa Vatuonju) dengan melakukan pengukuran-pengukuran, pemotretan dll.
2. Wawancara (interviews)
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan tertentu. Wawancara dilakukan untuk mendapat berbagai informasi menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan kepada responden yang dianggap menguasai masalah penelitian, dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan seorang tokoh Konsultan Pemugaran Techno Arkeologi, Desa Vatunonju, yang bernama Bapak Idris.
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Untuk menganalisis penelitian ini, maka dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Pengumpulan informasi, melalui wawancara, maupun observasi
langsung.
2. Reduksi. Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian.
3. Penyajian. Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk tabel, ataupun uraian penjelasan. Untuk menganalisis penelitian ini, maka dilakukan dengan melalui studi komperatif dengan menggunakan bangunan souraja di Kel. Lere sebagai objek pembandingnya.
4. Tahap akhir, adalah menarik kesimpulan.
BAB IV
ANALISIS
BANGUNAN ARSITEKTUR BERLANGGAM SAOURAJA (HAPO BOHE)
DI DESA VATUNONJU KAB. SIGI
Sejarah Bangunan
Bangunan Berlanggam Souraja (Hapo Bohe)
Bangunan berlanggam souraja (Hapo Bohe) ini berada di Taman Vatunonju Purbakala. Informasi pertama 1898 oleh Dr. A.C. Kruyt dalam bukunya” Van Poso Naar Sigi en Lindoe ”.
Pemugaran pertama oleh proyek pemugaran dan pemeliharaan peninggalan sejarah dan purbakala Sulawesi Tengah, dan selesai di pugar : 1984. Hapo Bohe ini sudah mengalami perubahan bentuk setelah pemugaran.
Souraja / Banua Mbaso / Oge
Dibangun oleh : Raja Palu Jodjokodi, sekitar tahun 1892. Berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga raja, pusat pemerintahan.
Data arkeologi : Luas bangunan 32 x 11.5 m
Konstruksi : kayu besi, kayu daerah, 28 tiang induk dan gandaria, 8 tiang rumah dapur.
Bentuk : Rumah panggung bentuk pelana. Tangga depan dua buah dengan jumlah anak tangga ganjil. Gaya bangunan paduan gaya Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.
Laporan teknis pemugaran :
Pemugaran pertama oleh proyek pemugaran dan pemeliharaan peninggalan sejarah dan purbakala Sulawesi Tengah. Selesai di pugar tahun 1983. Bangunan Souraja yang telah dibudidayakan ini berorientasi ke timur tetapi pada awalnya Souraja ini berorientasi ke utara.
(Sumber : Souraja, 6/30/2009)
No.
Souraja
Deskripsi
Hapo Bohe
Analisis
1. _Orientasi_
• Souraja :
Berorientasi ke timur.
• Hapo Bohe :
Berorientasi ke Timur. _Orientasi_
Kedua bangunan ini memiliki kesamaan orientasi.
Perlu diketahui awalnya bangunan Souraja ini menghadap ke Utara (menghadap laut ). Sesuai dengan letaknya yang dekat dengan pantai.
Begitu pula dengan Hapo Bohe, bangunan ini juga pada awalnya menghadap ke utara namun alasannya berbeda dengan souraja karena bangunan ini terletak di dataran tinggi (jauh dari Laut ). Konon alasan mereka karena leluhur mereka datang dari utara.
2. _Warna_
• Souraja :
Bangunan ini berwarna kuning kecoklatan dan hijau
• Hapo Bohe:
Bangunan ini berwarna kuning untuk bagian dinding dan merah untuk atap. _Warna_
Adanya perbedaan warna antara kedua bangunan ini karena sudah menggunakan cat sebagai finishingnya. Tetapi awalnya bangunan ini memiliki kesamaan ciri dalam warna yakni tidak menggunakan cat atau pewarna bahan melainkan menggunakan warna alami bahan bangunan (warna alam).
3. _Tekstur_
• Souraja
• Hapo Bohe
Kedua bangunan ini bertekstur halus. _Tekstur_
Tekstur mempengaruhi perasaan waktu menyentuh maupun kualitas pemantulan cahaya yang menimpa permukaan bentuk. Kedua bangunan ini bertekstur halus sehingga perasaan yang ditimbulkan waktu menyentuh yakni perasaan lembut dan kualitas pemantulan cahaya yang cukup. Namun pada awalnya tekstur bangunan ( Hapo Bohe ) terdapat dua jenis tekstur yakni halus dan kasar. Tekstur kasar tercermin dari bahan bangunan yang digunakan pada atap dan dinding.
4. _Bahan_
• Souraja:
Landasan : Batu Kali
Tiang : Loanga / pareva (balok yang lebar dan panjang yang terbuat dari kambium batang kelapa atau dari kayu keras.
Dinding : Papan (dopi)
Tangga : Lembaran papan kayu yang keras, lebar dan tebal. Biasanya dari kayu ulin atau kayu bayam ( sopu / kayu ipi ).
Atap : Seng.
• Hapo Bohe :
Landasan : Batu kali
Tiang : Kayu Utuh (kayu nggoloe).
Dinding : Papan
Tangga : papan kayu yang keras
Atap seng _Bahan_
Kedua bangunan ini terdapat persamaan bahan namun pada awalnya terdapat perbedaan bahan yakni pada atap Hapo Bohe dulunya menggunakan daun silar / lanu sebagai penutup atap. Dan dindingnya menggunakan gaba-gaba. Faktor perubahan ini karena kualitas bahan yang menurun seiring dengan usia bangunan.
Dalam Pembangunannya kedua bangunan ini memiliki persamaan yakni bahan yang digunakan, disediakan oleh masyarakat sekitar.
5. _Konstruksi_
• Souraja :
kayu dengan perpaduan arsitektur kaili dan bugis. tiang pada bangunan induk berjumlah 28 buah dan bagian dapur 8 buah. Kekuatan bangunan hanya bertumpu pada hubungan balok blandar dengan papan lantai kemudian tiang di tanam ke dalam tanah kurang lebih 1m dan di ujung-ujungnya di tusuk dengan balok bersilang sebagai angkur. Menggunakan Kuda-kuda atap pelana dari kayu. Dan tidak menggunakan paku (menggunakan pasak)
• Hapo Bohe:
Bangunan ini menggunakan pondasi batu kali, dan tidak menggunakan paku melainkan menggunakan pasak dalam menghubungkan bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Menggunakan kuda-kuda atap pelana dari rangka kayu.
_Konstruksi_
Terdapat perbedaan jenis pondasi yang digunakan. Namun pada awalnya kedua bangunan ini memiliki konstruksi yang sama yakni menggunakan batu kali/ semacamnya sebagai landasan/ pengalas tiang- tiangnya.
Untuk Stuktur atapnya : penutup atap dipikul oleh beberapa rangka kayu yang pada dasarnya berbentuk segi tiga. Kedua ujungnya menumpang di atas dinding papan. Segi tiga itulah yang dinamakan kuda-kuda atau spant.
6. _Ruang_
• Souraja :
Denah bangunan berbentuk persegi panjang dengan Luas keseluruhan adalah 32×11.5 m. Ruangannya terdiri dari :
1. Palantara
2. Gandaria (serambi)
3. Lonta Karavana (ruang depan)
4. Lonta Tatangana (ruang tengah):
-rg. tengah
-dua kamar tidur
5. Lonta Rarana (ruang belakang):
- dapur :
- rg. masak
- rg. makan
7. Wc / kamar mandi
8. Gudang
9. Kolong
10. Rg. pada atap
11. Gampiri
• Hapo Bohe:
Denah bangunan berbentuk persegi panjang dengan Luas Keseluruhan
11 x 13 m.
Terdiri dari :
1. Teras Samping (Tambale ), Pelantara
2. Ruang tamu
3.Dua kamar tidur
4.Avu / dapur
5. Wc / kamar mandi
6.Kapeo / Kolong
7.Gampiri
_Ruang_
Denah bangunan berbentuk persegi panjang. Setiap ruang memiliki fungsi masung-masing yaitu :
1. Sebagai rg. tunggu tamu (Gandaria)
2. Ruang untuk menerima tamu.
-(LontaKaravana)
- ( rg. tamu)
3. Ruang untuk tempat musyawarah raja bersama dewan adat.
-(LontaTatangana)
-(Rg. Tamu)
4.Ruang Untuk tidur.
- Kamar tidur
5. Ruang masak dan rg. makan.
- Dapur / Avu
6. Wc/ kamar mandi
7. Ruang untuk menyimpan.
- gudang
8. Ruang tempat sandaran tangga dan tempat cuci kaki, ruang tunggu para tamu.
- Palantara
- Tambale.
Perletakannya tergantung selera
keluarga ada yang meletakannya disamping seperti bangunan Hapo Bohe dan ada yang meletakannya di depan seperti bangunan Souraja.
9. Ruang Untuk Upacara dan menhakimi orang bersalah.
- kolong
- kapeo : kolong tempat diadakannya upacara Morego / menyambut pahlawan dari perang, pesta panen dan tempat menghakimi orang yang bersalah.
10. Ruang pada atap Souraja digunakan untuk sirkulasi udara tetapi pada Hapo Bohe digunakan untuk kamar gadis (Malige).
Pada bangunan Souraja Posisi dapur terpisa dari Lonta Rarana dan dihubungkan dengan jembatan (jambata) Sebagian besar kedua bangunan ini memiliki fungsi ruang yang sama dengan penyebutan dan penempatan ruang yang berbeda.
Kedua bangunan Terdapat gampiri yang memiliki fungsi yang sama yaitu tempat membicarakan adat-adat yang kecil, tempat istirahat dan tempat menyimpan hasil panen.
7. _Ornamen_
• Souraja :
Ornamen/ Pola hias yang digunakan adalah pola hias yang berbentuk sulur daun, tumpa, geometris, belah ketupat, tali dan kaligrafi.
• Hapo Bohe:
Tidak memiliki ornamen _Ornamen_
Pada Souraja, ornamennya terletak pada atap, dan dinding Palantara, gandaria dan kolong
Sedangkan pada Hapo Bohe yang sudah dibudidayakan ini tidak terdapat ornamen, tetapi pada awalnya Hapo Bohe ini memiliki ornamen yang terletak di ujung bumbungan atap,yang disebut Omba dengan menggunakan pola hias berbentuk sulur. Kedua bangunan ini memiliki kesamaan ornamen dan pola hiasnya.
8. _Pintu_
• Souraja:
Berbentuk Persegi panjang dengan dua daun pintu bertrap.
Terdiri dari tiga buah pintu pada bagian depan (pintu samping, pintu tengah dan pintu kamar) yang menghadap ke timur dengan fentilasi berbentuk persegi panjang sedang pada awalnya berbentuk setengah lingkaran.
• Hapo Bohe:
Berbentuk persegi panjang dengan satu daun pintu.
Terdiri dari dua jenis pintu (pintu utama dan pintu belakang) _Pintu_
Terdapat perbedaan jumlah dan jenis pintu. Pada Hapo bohe Tinggi pintu 170cm dengan lebar 90 cm, dan satu daun pintu,dengan kamar yang hanya dipisahkan oleh tirai.
Sedangkan pada Souraja memiliki dua daun pintu dan ukurannya lebih besar dibanding ukuran Hapo Bohe.
9.
_Jendela_
• Souraja:
Berbentuk persegi panjang dengan menggunakan dua buah daun pintu yang bertrap.
Terdapat tiga buah jendela disamping kanan kirinya,dan dua buah jendela di atap
• Hapo Bohe:
Berbentuk persegi panjang dengan menggunakan dua buah daun pintu. Terdapat dua buah jendela pada bagian depan dan kirinya serta tiga buah pada samping kanan bangunan. _Jendela_
Pada kedua bangunan ini terdapat perbedaan perletakan jendela,jumlah jendela yang digunakan, juga bentuk daun jendela. Jendela pada souraja lebih panjang dibandingkan pada Hapo Bohe. Dan daun jendela souraja bertrap sedangkan pada Hapobohe tidak bertrap.
10. _Tangga_
• Souraja :
Berbentuk persegi panjang dengan anak tangga yang selalu ganjil.
Memiliki duah buah anak tangga pada bagian depannya, yang saling berhadapan dan satu tangga disampingnya.
• Hapo Bohe:
Berbentuk persegi panjang dengan anak tangga yang selalu ganjil.
Bangunan Hapo Bohe Memiliki dua buah tangga yang saling sejajar di samping kanan bangunan dengan anak tangga ganjil. _Tangga_
Antara bangunan Souraja dan Hapo Bohe terdapat persamaan Bentuk tangga yakni Berbentuk persegi panjang dengan anak tangga yang selalu ganjil terdapat pula perbedaannya yakni pada perletakan tangga.
Awalnya Hapo Bohe ini memiliki dua tangga (oja) pada bagian depan menuju ke tambale. Dan sebuah tangga samping yang menghubungkan tambale ke pintu rg.tamu.
11. _Atap_
• Souraja:
Bumbungan atap dengan bentuk atap pelana, pada souraja dibuat bertingkat untuk ventilasi udara ke ruang loteng. Ornamen Pada Atap Berupa ukiran berbentuk sulur daun.
• Hapo Bohe
Bentuk atap segitiga pelana dan tidak terdapat ornamen pada atap.
Kedua atap ini memakai atap pelana tetapi pada atap souraj dibuat bertingkat untuk sirkulasi udara sedangkan pada bangunan Hapo Bohe tidak dibuat bertingkat.
Pada walanya bangunan Hapobohe ini memiliki ornamen pada atap yang mereka sebut omba dan memiliki pola hias berbentuk sulur daun.
12. _Dinding_
• Souraja & Hapo Bohe:
Berbentuk persegi panjang dengan dua jenis dinding yakni berdinding full dan berdinding setengah.
_Dinding_
Pada bagian dalam Hapo Bohe, khususnya pada rg. Kamar, tidak dipisahkan dengan dinding melainkan hanya menggunakan tirai.Sedangkan pada Souraja dipisahkan oleh dinding.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bangunan Souraja di Kec. Lere Kota Palu dan bangunan Hapo Bohe yang terletak di Desa Vatunonju Kab. Sigi memiliki persamaan dan perbedaan. Bangunan tradisional Hapo Bohe yang berlanggam souraja ini memiliki beberapa persamaan dan beberapa perbedaan yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya.
Walaupun dari segi bentuk bangunan ini berbeda, namun pada intinya Hapo Bohe ini memiliki fungsi yang sama dengan Souraja.
5.2 Saran
Kepada pihak pemugaran diharapkan dalam pembangunan rumah tradisional (rumah adat) harus disesuaikan dengan bangunan aslinya,agar tidak mengubah citra bangunan, dan nilai bangunan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Budiharjo,Eko,1982, Arsitektur Kota,______________
____________,2001, Arsitektur Tradisional Daerah Tradisional Sulawesi Tengah, Departemen PO. Project Design Pusat, Yogyakarta.
Widjil Pangarsa Galih,2006, Merah Putih Arsitektur Nusantara, Andi, Yogyakarta.
Website
www.google.com
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/estetika/Bab_6.pdf.
http://overload84.blogdetik.com/tag/arsitektur-bangunan/.
LAMPIRAN
( Denah Hapo Bohe Sebelum pemugaran )
( Sapo Bohe Setelah Pemugaran )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAssalamualaikum..
BalasHapusrumah adat ini berlanggam Sou Raja..
semoga dapat memberikan manfaat untuk kita semua!!!
punya pic rmh adat souraja gak ya?:D
BalasHapus